Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, Anda akan mampu untuk:

Dukungan Teoretis dan Empiris Menjelaskan konsekuensi perencana-an untuk pembelajaran mahasiswadan mendiskusikan bagaimana dosen pemula dan dosenberpengalaman melakukan pendekat-an terhadap perencanaan dengan cara yang berbeda.

Ranah-ranah Perencanaan Mendeskripsikan tiga fase perencana-an dosen dan tipe-tipe keputusan yang diambil di setiap fase dan mendiskusikan bagaimana siklus perencanaan bervariasi di sepanjang tahun ajaran.
Hal-hal yang Spesifik dalam Perencanaan Memberikan definisi dan contoh untuk tugas-tugas perencanaan berikut ini: menggunakan standar dan kerangka-kerja, pemetaan kurikulum, merancang capaiann pembelajaran (termasuk berbagai macam pendekatan), menggunakan berbagai taksonomi, merancang rencana harian dan unit perkuliahan, penjadwalan.
Perencanaan Waktu dan Ruang Memikirkan bagaimana merencanakan penggunaan waktu dan ruang secara efektif.
Pemikiran Akhir tentang Perencanaan Memikirkan bagaimana di masa yang akan datang proses perencanaan bisa lebih berorientasimahasiswa.

MESKIPUN merencanakan dan mengambil keputusan tentang pengajaran adalah proses yang banyak menuntut pemahaman dan keterampilan yang cukup canggih, dosen tidak harus merasa kewalahan karenannya. Kebanyakan orang pernah merencanakan perjalanan yang membutuhkan perencanaan rumit. Anda pernah merencanakan jadwal kuliah, membuat daftar apa saja yang harus dikerjakan, dan berhasil melewati tenggat-waktu yang ditetapkan pihak lain atau kejadian-kejadian lain yang pernah dialami kebanyakan orang, yang membutuhkan keterampilan perencanaan tingkat tinggi. Perencanaan untuk mengajar mujngkin sedikit lebih kompleks, tetapi keterampilan yang sudah Anda miliki dapat menjadi fondasi untuk itu.
Modul ini mendeskripsikan tentang beberapa hal yang tekah diketahui tentang proses perencanaan dan pengambilan keputusan oleh dosen. Dasar pikiran dan dasar pengetahuan tentang perencanaan, khususnya dampak perencanaan pada pembelajaran mahasiswa dan pada alur kehidupan di kelas secara keseluruhan, di deskripsikan, seperti halnya proses-proses yang digunakan oleh dosen-dosen berpengalaman untuk membuat rencana dan mengambil keputusan. Modul ini juga memasukkan penjelasan yang agak terperinci tentang prosedur-prosedur perencanaan tertentu dan sejumlah alat bantu dan teknik yang digunakan untuk perencanaan di bidang pendidikan dan di bidang-bidang lainnya. Diskusi selanjutnya berusaha menangkap kompleksitas perencanaan dan pengambilan keputusan oleh dosen dan menunjukkan bagaimana fungsi0fungsi ini dijalankan oleh dosen dalam kondisi yang tidak pasti. Meskipun modul ini ditekankan pada bagaimana tugas perencanaan dilaksanakan sendiri oleh oleh dosen sebelum pengajaran, perhatian juga diberikan pada berbagai keputusan yang dibuat dosen selama pengajaran berjalan.
Perespektif Tentang Perencanaan

Perencanaan juga vital bagi pembelajaran. Salah satu ukuran pentingnya perencanaan diilustrasikan ketika Anda memikirkan tentang beberapa banyaknya waktu yang digunakan dosen untuk kegiatan ini. Clark dan Yinger (1979), misalnya melaporkan bahwa para dosen memperkirakan mereka menghabiskan 1 sampai 20 persen waktu kerjanya setiap minggu untuk kegiatan perencanaan. Pentingnya perencanaan diilustrasikan dengan cara lain ketika. Anda memikirkan tentang berbagai macam kegiatan pendidikan yang dipengaruhi oleh rencana dan keputusan dosen, seperti dideskripsikan oleh Clark dan Lampert (1986):

Proses pembelajaran dideskripsikan oleh sebagian orang sebagai proses bagi calon dosen dalam belajar memutuskan isi kurikulum yang penting untuk dipelajari mahasiswa dan cara penerapan kurikulum itu dalam lingkup (setting) kelas melalui berbagai kegiatan dan peristiwa belajar (Doyle, 1990; Stringe, 2002).
Modul ini akan menekankan pentingnya perencanaan dan menggarisbawahi bahwa ada jauh lebih banyak hal dalam perencanaan daripada sekadar rencana belajar yang baik saja. Yang terpenting, modul ini berusaha menyampaikan pesan bahwa perencanaan adalah tugas yang kompleks dan bahwa dosen-dosen efektif percaya bahwa “rencana dibuat untuk dibengkokkan”.
Perencnaan-Pandangan Tradisional
Pendekatan perencanaan linier-rasional difokuskan pada pertama-tama menetapkan sasaran kemudian memilih strategi tertentu untuk mencapainnya. Perencanaan nonlinier adalah sebaliknya. Perencana mulai dengan bertindak terlebih dahulu kemudian melekatkan sasaran/tujuan.
Proses perencanaan di semua bidang, termasuk pendidikan, telah dideskripsikan dan dikaji oleh banyak peneliti dan teoretisi. Perspekktif dominan yang menuntun sebagaian besar pemikiran dan tindakan tentang topik ini disebut rational-linier model (model linier-rasional). Perspektif ini meletakkan fokus pada sasaran dan tujuan sebagai langkah pertama dalam sebuah proses sekuensial (berurutan). Modus (cara) bertindak dan kegiatan tertentu kemudian diseleksi dari berbagai alternatif yang ada untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Model ini mengasumsikan adanya hubungan yang erat antara mereka yang menetapkan sasaran dan tujuan dengan mereka yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Gambar 3.1 mengilustrasikan model perencanaan linier sederhana.

Gambar 1Model Perencanaan Linier-Rasional (Rational-Linear Planning Model)

Gambar 2 Model Perencanaan Nonlinier (Nonlinear Planning Model)
Dasar teori untuk model ini berasal dari para perencanaan dan pemikir di banyak bidang. Di bidang pendidikan konsep-konsep dasarnya biasanya dikaitkan dengan perencana dan teoretisi lebih awal seperti Ralph Tyler (1950), dan dengan perancang pengajaran yang lebih modern seperti Mager (1962, 1997), Gagne, Briggs, dan Wager (1992), Gronlund (2004), dan Eby (1992). Bagi kedua kelompok ini, perencanaan pendidikan yang baik ditandai oleh tujuan instruksional yang ditetapkan dengan cermat (yang biasanya dinyatakan dalam istilah-istilah behavioral), tindakan dan strategi pembelajaran yang dirancang untuk menentukan tujuan, dan pengukuran hasil yang teliti, khususnya prestasi mahasiswa.
Perencanaan-Perspektif Alternatif
Selama dua puluh lima tahun terakhir, banyak pengamat yang mempertanyakan apakah model linier-rasional mendeskripsikan perencanaan di dunia nyata secara akurat (misalnya Fullan, 2001; McCytcheon dan Milner, 2002; Weick, 1979,). Pandangan bahwa organisasi dan kelas dikemudikan oleh tujuan telah ditantang, demikian pula pandangan bahwa tindakan dapat dilaksanakan dengan prestasi yang tinggi di dunia yang kompleks, selalu berubah, dan tidak pasti.
Perlu dicatat bahwa model linier-rasional yang ditemukan dalam Gambar 1 itu diputarbalikkan dalam model nonlinier, yang perencaannya mulai dengan tindakkan yang akan membutuhkan hasil (yang sebagian telah diantisipasi dan sebagian lainnya tidak) dan terakhir merangkum dan menjelaskan tindakannya dengan melekatkan tujuan. Para pendukung model perencanaan ini, yang dilustrasikan dalam Gambar 2, mengatakan bahwa perencanaan belum tentu berfungsi sebagai pedoman untuk bertindak tetapi sebagai simbol, advertensi/iklan, dan justifikasi untuk apa yang sudah dilakukan orang. Seperti ditunjukkan nanti, model ini dapat mendeskripsikan cara yang digunakan oleh banyak dosen berpengalaman dalam mendekati beberapa aspek perencanaan. Meskipun mereka menetapkan tujuan dan berusaha mendapatkan pengertian tentang arah tujuan bagi dirinya sendiri dan mahasiswa-mahasiswanya, tetapi proses perencanaan dosen berjalan secara linier siklikal, bukan linier dan lurus, dengan banyak trial and error.Dosen-dosen berpengalaman pun bahkan memusatkan perhatian pada berbagai fitur dalam aspek-aspek perencanaan linier maupun nonlinier dan mengakomodasikan keduanya.
Perencanaan Mental
Sebagian besar yang dideskripsikan dan dipreskripsikan di modul ini berkaitan dengan proses perencanaan formal yang digunakan oleh dosen ketika mereka merancang unit-unit kerja dan pembelajaran sehari-hari. Akan tetapi, ada segi perencanaan lain yang disebut “pemikiran reflektif” atau perencanaan “mental” (McCutcheon, 1980); McCuttcheon & Milner, 2002). Salah satu aspek perencanaan mental berupa pemikiran reflektif sebelum penulisan aktual rencana jangka panjang atau rencana harian. Hal ini mungkin berupa merefleksikan kembali tentang apa yang dilakukan dosen di tahun-tahun sebelumnya ketika memikirkan unit yang diperolehnya dari membaca, meneliti, atau mengikuti lokakarya pengembangan profesi. Perencanaan mental juga melibatkan “imaging” (membayangkan) atau melakukan latihan “mental” sebelum mempresentasikan pembelajaran. Anda kemungkinan besar pernah terlibat dalam kegiatan semacam ini dalam aspek-aspek lain kehidupan Anda-sebagai contoh, ketika melatih apa yang akan Anda katakan dalam pidato, atau melatih bagaimana Anda akan merespons ketika diperkenalkan kepada seseorang untuk pertama kalinya. Terakhir, perencanaan mental termasuk “in-fitght” plans (rencana spontan) yang dibuat dosen selama pembelajaran ketika mereka merespons kejadian dan situasi tertentu di kelas. Karena perencanaan mental berlangsung dalam pikiran, rencana spontan tidak dapat diobservasi secara langsung seperti perencanaan formal. Hal ini membuatnya sulit untuk dideskripsikan dan diajarkan kepada para dosen pemula.
Dukungan Teoretis dan Empiris

Konsekuensi Perencanaan

Proses perencanaan yang diprakarsai oleh dosen dapat memberikan arah tujuan kepada mahasiswa maupun dosen dan dapat membantu mahasiswa untuk menjadi sadar akan tujuan-tujuan yang tersirat dalam tugas-tugas belajar yang harus merekankerjakan. Dua studi penting yang dilakukan di waktu yang hampir sama menyoroti efek perencanaan pada perilaku dosen dan konsekuensinya bagi mahasiswa.
Duchastel dan Brown (1974) tertarik dengan efek tujuan pengajaran pada pembelajaran mahasiswa. Pada saat studi mereka dilaksanakan, hasil-hasil penelitian sebelumnya bersifat kontradiktif, dan sebagian tidak dapat mendukung anggapan bahwa tujuan yang jelas menghasilkan prestasi belajar yang lebih tinggi. Kedua peneliti secara acak menempatkan para mahasiswa yang mengambibil kuliah komunikasi ke dalam dua kelompok. Subjek diminta mempelajari beberapa unit dalam sebuah topik tentang jamur. Dua puluh empat tujuan telah ditulis untuk masing-masing unit, dan untuk sebuah tes khusus yang berhubungan dengan masing-masing tujuan. Para mahasiswa di kelompok 1 diberi dua belas di antara kedua puluh empat tujuan itu untuk digunakan sebagai pedoman belajar. Mahasiswa di kelompok 2 tidak diberi satu tujuan pun, tetapi diberi tahu untuk belajar sebanyak mungkin dari bahan-bahan tentang jamur.
Ketika kemudian dites, para peneliti menemukan bahwa kedua kelompok memiliki skor total yang sama. Akan tetapi, yang menarik dan penting adalah takta bahwa mahasiswa yang diberi dua belas tujuan untuk memfokuskan belajarnya itu mendapat skor yang lebih tinggi pada soal-soal tes yang berhubungan dengan kedua belas tujuan yang telah mereka pelajari. Hal lain yang tidak kurang menariknya adalah mahasiswa yang tidak diberi tujuan sebagai alat bantu belajarmendapat skor yang lebih tinggi pada soal-soal yang berhubungan dengan kedua belas tujuan lain (yang tidak diberikan kepada kelompok 1).
Duchastel dan Brown menyimpulkan bahwa tujuan belajar memiliki efek memfokuskan pada mahasiswa, yang memunculkan rekomendasi bahwa dosen sebaik-nya memberitahukan tentang tujuan perkuliahan kepada mahasiswa. Di lain pihak, para dosen memperingatkan dosen untuk berhati-hati karena studi itu juga mengilustrasikan bagaimana terlalubanyak memfokuskan pada tujuan dapat membatasi pembelajaran penting lainnya.
John Zahorik (1970), yang melakukan penelitian-nya di waktu yang hampir sama dengan Duchastel dan Brown, tertarik dengan efek perencanaan pada perilaku dosen, khususnya perilaku perencanaan yang berhubungan dengan mengidentifikasi tujuan, men-diagnosis pembelajaran mahasiswa, dan memilih strategi pengajaran. la ingin menemukan apakah dosen yang merencanakan perkuliahannya kurang sensitif terhadap mahasiswa di kelas dibanding dosen yang tidak melakukannya.
Zahorik meneliti dua puluh dosen dari kampus-kampusdaerah pinggiran kota. Kedua puluh dosen dalam studi itu dibagi secara acak menjadi dua kelompok yang disebut "dosen-dosen yang merencanakan" dan "dosen-dosen yang tidak merencanakan". Dosen-dosen di kelompok perencanaan diberi sebuah rencana perkuliahan dengan berbagai tujuan dan garis besar yang terperinci tentang topik kartu kredit. Mereka diminta menerapkannya di kelasnya. Dosen-dosen di kelompok nonperencanaan diminta menyisihkan waktu satu jam dari waktu mengajarnya di kelas untuk mengerjakan tugas tertentu yang tidak diketahui—tugas yang kemudian diumumkan sebagai pengajaran tentang kartu kredit. Semua perkuliahan direkam, dan perilaku dosen dikode dengan menggunakan sebuah sistem yang dirancang untuk mengategorikan sensitivas dosen terhadap mahasiswa.
Zahorik menemukan perbedaan yang signifikan antara dosen-dosen yang sudah merencanakan dan mereka yang belum merencanakan. Dosen-dosen yang merencanakan kurang sensitifterhadap ide-ide mahasiswa dan tampak mengejar tujuan-tujuannya sendiri tanpa memedulikan apa yang dipikirkan atau dikatakan mahasiswa. Sebaliknya, dosen-dosen yang belum merencanakan menunjukkan jumlah perilaku verbal yang lebih tinggi, yang bersifat mendorong dan mengembangkan ide-ide mahasiswa. Zahorik menyimpulkan bahwa perencanaan berbasis-tujuan dapat menghambat dosen untuk bersikap sensitif terhadap mahasiswa seperti yang mestinya dapat mereka lakukan.

Pertanyaan yang serta-merta muncul dari studi ini adalah, bila perencanaan berbasis-tujuan membuat dosen kurang sensitif terhadap mahasiswa, haruskah para dosen menghapuskan perencanaan? Zahorik menyimpulkan bahwa jawabannya jelas adalah: tidak. Penghapusan perencanaan juga dapat "menghasilkan pembelajaran yang sama sekali acak dan tidakproduktif. Agar pelajarah efektif, tampaknya dibutuhkan arahan tertentu dalam bentuk tujuan dan pengalaman, betapa pun umum dan tidak jelasnya."


Gambar 3 Konsekuensi Sasaran dan Tujuan Instruksional yang Jelas
Perencanaan dan Dosen Pemula
Peneliti dan pendidik juga dibingungkan tentang mengapa tampaknya sulit bagi dosen pemula untuk mempelajari beberapa keterampilan perencanaan penting. Salah satu insight yang diperoleh selama beberapa tahun terakhir ini adalah sulit untuk belajar dari dosen-dosen berpengalaman, bukan hanya karena mereka berpikir dengan cara yang berbeda tentang perencanaan, tetapi juga karena mereka mendekati perencanaan dan pengambilan keputusan interaktif dengan cara yang berbeda pula. Tiga studi menarik menegaskan perbedaan ini.
Housner dan Griffey (1985) tertarik untuk membandingkan perbedaan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan oleh dosen berpengalaman dan belum berpengalaman. Mereka meneliti enam belas dosen olahraga. Delapan subjek memiliki pengalaman lebih dari lima tahun, delapan subjek yang lainnya adalah calon dosen. Dosen-dosen itu diberi waktu enam puluh menit untuk merencanakan sebuah pembelajaran tentang bagaimana cara mengajarkan dribbling (menggiring bola) dalam sepak bola dan bola basket kepada anak-anak yang berusia 8 tahun. Dosen-dosenitu kemudian mengajarkan perkuliahan itu dan direkam. Setelah itu, dosen-dosen tersebut melihat rekaman perkuliahannya dan memberitahukan kepada peneliti apa yang mereka pikirkan dan keputusan yang mereka buat selama mengajar. Hasil-hasil studi mereka disoroti dalam Ringkasan Penelitian untuk modul ini.
Gael Leinhardt (1989) melaksanakan studi serupa dan membandingkan keterampilan merencanakan dan melaksanakan perkuliahan antara dosen matematika yang berpengalaman dan belum berpengalaman. Leinhardt menemukan bahwa dosen-dosen berpengalaman memiliki“mental notepads" dan agenda yang lebih lengkap dibandingkan dosen-dosen yang belum berpengalaman. Mereka juga membuat dan menggunakan jauh lebih banyak checkpoints untuk melihat apakah mahasiswa memahami perkuliahannya dibandingkan dosen-dosen yang belum berpengalaman. Menurut Leinhardty dosen-dosenberpengalaman "menjalin serangkaian perkuliahan untuk sebuah topik pembelajaran tertentu secara mendasarkannya pada materi-materi yang diintroduksikan dalam perkuliahan sebelumnya":
Para dosen ahli juga mengonstruksikan perkuliahan yang memperlihatkan struktur dalam-perkuliahanyang sangat efisien, yang ditandai oleh perpindahanyang lancar dari satu tipe kegiatan ke tipe kegiatan lainnya....Perkuliahandosen-dosen baru, di lain pihak, ditandai oleh struktur perkuliahan yang terpotong-potong, dengan waktu transisi/peralihan yang panjang di antara segmen-segmen perkuliahannya ... Perkuliahan mereka tidak benar-benar pas dengan batas-batas topiknya. (hlm.73)
Dalam studi yang sekarang dianggap klasik, Peterson, Marx, dan Clark (1978) menemukan bahwa dosen-dosen berpengalaman tidak selalu menggunakan apa yang mungkin dianggap sebagai "praktik perencanaan terbaik". Para peneliti tersebut memberikan berbagai tujuan dan bahan kepada dua belas dosen yang berpengalaman dan meminta mereka untuk merencanakan tiga pertanyaan tentang sebuah kota di Perancis. Snidi mereka membuahkan berbagai hasil yang penting dan menarik. Para dosen berpengalaman dalam studi itu temyata tidak mengikuti rekomendasi yang lazim yaitu mulai dengan tujuan dan hasil belajar. Sebaliknya, merekamerencanakan isi dan kegiatan instruksional terlebih dahulu, lalu kembali lagi ke tujuan. Hal ini memunculkan pertanyaan menarik tentang apakah pola perencanaan ini merepresentasikan praktik perencanaan yang paling baik.
Dalam sebuah studi kasus yang lebih mutakhir terhadap seorang dosen Bahasa Inggris Mc-Cutcheon dan Milner (2002) menemukan contoh lain yang perencanaan dosennya berbeda secara signifikan dengan model linier yang lebih tradisional yang dideskripsikan sebelumnya. Para peneliti mengobservasi dan mewawancarai Bill, seorang dosenpensiunan yang telah mengajar selama empat puluh tahun, tentang pendekatan perencanaannya. Bill merencanakan setiap perkuliahan jauh sebelum mengajarkannya bentuk perencanaan yang oleh para penelitinya disebut "long-range pre-active planning" (perencanaan pra-aktif jangka panjang). Sebagai contoh, dalam persiapan perkuliahan baru tentang "Penulis-Penulis Besar Inggris," Bill membaca pedoman kampus dan pedoman negara bagian tentang perkuliahan itu dan melakukan riset tentang bagaimana dosen-dosen lain sebelum dirinya mengajarkan perkuliahan itu. la menolak banyak pedoman dan pendekatan sebelumnya karena dianggapnya terlalu bergantung pada textbooks. Alih-alih, ia mengorganisakanperkuliahannya secara tematik dan menyeleksi literatur yang tersedia di Web untuk dipelajari. Ia melaporkan dengan bangga bahwa ia tidak mengikuti "kurikulum orang lain" . Bill juga mengatakan bahwa ia tidak banyak membuat perencanaan jangkapendek: "Ia berusaha keras untuk menjadikan diskusi-diskusinya di kelas bersifat improvisatorik. Terlalu banyak rencana akan membatasi aliran diskusi dan eksplorasi". Sebagai contoh:
Selama kami berdiskusi, mungkin sesuatu yang ada dalam literatur tiba-tiba terlintas di benak saya, tetapi mereka (mahasiswa-mahasiswa) mungkin belum memiliki pengalaman untuk menggunakannya. Jadi kadang-kadang saya harus bisa berimprovisasi, dan saya tidak selalu tahu sebelumnya ke mana saya akan pergi atau ke mana tepatnya diskusi ini akan membawa kami. Itu mengambil alih perencanaan jangka pendek yang terlalu banyak.
Secara ringkas, McCutcheon dan Milner (2002) menemukan dari studi mereka tentang Bill bahwa pendekatan perencanaan initidak sesuai dengan model yang lebih linier, yang paling banyak disokong. Sebaliknya, ia lebih memusatkan perhatian pada perencanaan pra-aktif jangka panjang daripada perencanaan perkuliahan jangka pendek. Ia tidak merencanakan berdasarkan tujuan tetapi melalui suatu bentuk mental imaging (bayangan mental) dan mental rehearsal (latihan mental), yang dijelaskan sebagai "backward building' (membangun-mundur) yang mengacu pada "membayangkan ke mana kita ingin mahasiswa-mahasiswa kita akan berujung, dan setelah itu membuat perencanaan-mundur mulai dari sana.” Dalam kesimpulannya, kedua peneliti berspekulasi bahwa alasan mengapa dosen menggunakan pendekatan perencanaan semacam ini dan bukan pendekatan-pendekatan yang lebih tradisional adalah karena dosen-dosen masa kini saat ini dipengaruhi oleh pengetahuan baru dan teori-teori konstruktivis tentang bagaimana mahasiswa belajar.

Ranah-Ranah Perencanaan
Perencanaan dosen adalah sebuah proses yang kompleks. Perencanaan berinteraksi dengan semua aspek perkuliahan lainnya dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Memahami proses perencanaan dan menguasai hal-hal yang spesifik dalam perencanaan adalah keterampilan yang penting bagi dosen-dosen pemula.
Perencanaan dan Siklus Instruksional
Perencanaan dosen adalah sebuah proses multifaset dan berlangsung terus-menerus, yang mencakup hampir semua hal yang dilakukan dosen. Ia juga menjadi bagian dari siklus pengajaran secara keseluruhan. Perencanaan bukan hanya berupa rencana perkuliahan yang diciptakan dosen untuk keesokan harinya, tetapi juga in-flight adjustment (penyesuaian spontan di tengah mengajar) yang dibuat selama mereka mengajar maupun perencanaan yang dilakukan setelah pengajaran, sebagai hasil asesmen. Gambar 3.4 mengilustrasikan aliran perencanaan secara keseluruhan bila dikaitkan dengan siidus pengajaran.

Gambar 4 Siklus Perencanaan dan Perkuliahan
Perhatikanbahwa dalam Gambar 4 itu beberapa aspek perencanaan mendahului perkuliahan, yang mendahului asesmen terhadap pembelajaran mahasiswa. Akan tetapi seluruh proses perencanaan itu sendiri bersifat siklikal. Informasi dari asesmen memengaruhi perencanaan dosen berikutnya, pengajaran yang mengikutinya, dan seterusnya. Lebih jauh, proses mental perencanaan bervariasi dari satu fase siklus ke fase berikutnya. Sebagai contoh, memilih isi hanya dapat dilakukan setelan analisis yang sama dan menggali pengetahuanmahasiswa sebelumnya, pemahaman dosen tentang mata perkuliahan itu, dan sifat perkuliahannya sendiri. Kebanyakan keputusan pascapengajaran, seperti tipe tes yangakan diberikanatau bagaimana cara memberi nilai, juga dapat dibuat sebagai hasil pertimbangan. Di lain pihak, yang paling sering, perencanaan dan pengambilan keputusan selama pengajaran itu sendiri harus dilakukan secara spontan, dan harus dilakukan pada saat itu juga. Contoh-contoh keputusan yang dibuat di setiap fase siklus itu dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Tiga Fase Perencanaan dan Pengambilan Keputusan oleh Dosen
Sebelum Perkuliahan | Selama Perkuliahan | Setelah Perkuliahan |
Memilih isi Memilih pendekatan Mengalokasikan waktu dan ruang Menentukan struktur Menetapkan motivasi | Mempresentasikan Melontarkan pertanyaan Membantu Memberikan latihan Melakukan transisi Mengelola dan mendisiplinkan | Mencetak pemahaman Memeri umpan-balik Memberi pujian dan kritik Menguji Member nilai Melaporkan |
Jangka Waktu Perencanaan
Dosen membuat rencana untuk jangka waktu yang berbeda, yang berkisar mulai dari rencana untuk menit atau untuk jam berikutnya sampai rencana untuk minggu depan, bulan depan, atau tahun depan. Jelas, perencanaan tentang apa yang akan dilakukan besok jauh berbeda dengan perencanaan untuk setahun ke depan. Akan tetapi, keduanya penting. Selain itu, rencana yang dilaksanakan di hari tertentu dipengaruhi oleh apa yang terjadi sebelumnya dan pada gilirannya akan memengaruhi rencana untuk hari-hari atau minggu-minggu berikutnya. Robert Yinger(1980) melaksanakan sebuah studi menarik dan penting yang memberikan informasi paling definitif sampai saat ini tentang dimensi waktu perencanaan dosen. Yinger rnelakukan sebuah studi terperinci terhadap dosen. Dengan menggunakan metode observasi-partisipatif, ia menghabiskan waktu empat puluh hari penuh selama kurun waktu lima bulan untuk meng-observasi dan mencatat berbagai kegiatan dosen. Dari penelitian ini Yinger mampu mengidentifikasi lima jangka waktu yang menandai perencanaan dosen: perencanaan harian, perencanaanmingguan, perencanaan unit, perencanaan triwulanan, dan perencanaan tahunan.
Pokok-PokokPerencanaan
Sampai saat ini mestinya sudah jelas bahwa perencanaan itu penting dan bahwa dosen harus mempertimbangkan beragam tugas perencanaan. Di bagian ini, tugas-tugas yang berhubungan dengan perencanaandosen dideskripsikan secarat terperinci, mulai dengan memilih apa yang akan diajarkan dan penggunaan apaian pembelajaran dan diikuti oleh penggunaan rencana jangka panjangdan jangka pendek sertasarana untuk menyelesaikan tugas perencanaan.
Memilih Isi Kurikulum dan Keterampilan yang Akan Diajarkan
Kurikulum dikebanyakan kampussaat ini diorganisasikan di seputar disiplin akademik—sejarah, biologi, matematika, dan lain-lainyang digunakan oleh para ahli untuk mengorganisasikan informasi tentang dunia sosial maupun fisik. Meskipun sebagian pereformasi kurikulum berulang kali mengatakan bahwa ini cara yang kurang tepat untuk mengorganisasikan content (isi = muatan) untuk mahasiswa, struktur seperti yang ada saat ini kemungkinan besar belum akan berubah dalam waktu pendek. Akibatnya, salah satu tugas perencanaan yang masih tetap penting bagi dosen adalah memilih isi yang paling tepat dari berbagai bidang subjek untuk diajarkan kepada kelompok mahasiswa tertentu. Hal ini bukan tugas sepele, karena ada begitu banyak topik yang akan diajarkan dalam waktu yang terbatas, dan pengetahuan baru dihasilkan setiap hari.
Dosen-dosen pemula sering dibingungkan tentang dari mana asal isi tersebut dan peran dosen dalam memilihnya; Di kampus-kampus masakini, memutuskan apa yang akan diajarkan tidaklagi dilakukan secara independen olehdosensendiri. Keputusan tentang apa yang akan diajarkan dipengaruhi oleh banyak faktor, sebagian di antaranya dideskripsikan di sini dan dilukiskan dalam Gambar6.

Gambar 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Apa yang diajarkan di Kampus.

Standar adalah pernyataan tentang apa yang seharusnya diketahui mahasiswa dan apa yang seharusnya dapat mereka lakukan. Standar biasanya ditulis di tingkat abstraksi sehingga bukan hanya akan dapat diterima oleh sejumlah besar stakeholder pendidikan tetapi juga apat dirancang dengan lebih tepat menjadi istilah-istilah yang dapat diukur. Anda sudah mengenal beberapa macam standar, misalnya yang digunakan oleh kampus Anda ketika Anda masih menjadi mahasiswa bila Isaat ini Anda berumur kurang dari 30 tahun), dan prinsip (yang sebenarnya adalah standar) yang dikembangkanoleh InterstateNewTeacher Assessment and Support Consortium (INTASC), yang menetapkan apa yang harusnya diketahui dan dapat dilakukan oleh guru pemula.
Standar berasal dari banyak sumber, tetapi standar yang dikembangkan oleh masyarakat terpelajar dan oleh kementerian pendidikan telah menjadi standar yang paling lazim dipakai dan penting.
Standar Masyarakat Terpelajar. Kurikulum secara tradisional diambil dari berbagai disiplin akademik yang dianggap sentral bagi pendidikan individu. Disiplin-disiplin inti itu dari setiap program studi. Isi subjek-subjek ini diberikan secara berurutan selama masa perkuliahan, dan penyelesaian setiap subjek disyaratkan untuk dapat lulus. Masing-masing subjek memiliki masyarakat terpelajar (learned society) atau asosiasi profesional yang memberikan rekomendasi tentang apa yang seharusnya diajarkan. Kadang-kadang rekomendasitersebut dibuat dalam bentuk performance standards (standar kinerja) yang harus dipelajari mahasiswa.
Standar Kurikulum dan Mastery Test.Selama dekade yang lalu, kementerian pendidikan bagian memberikan pengaruh yang semakin besar pada apa yang diajarkan di kampus. Dewasa ini, sebagian besar kampus memiliki curriculum framework (kerangka-kerja kurikulum) dan standar yang menetapkan apa yang seharusnya diketahui dan yang seharusnya dapat dikerjakan oleh mahasiswa ketika mereka melalui tingkat tertentu. Ada kerangka-kerja kurikulum untuk setiap mata kuliah dan setiap tingkat. Diharapkan para dosen akan memberikan pengalaman belajar untuk mahasiswa di berbagai tingkat, yang akan memastikan bahwa mahasiswa dapat memenuhi standar dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan umum.

Mentranslasikan Standar Menjadi Sasaran dan Tujuan. Standar yang dikembangkan oleh masyarakat terpelajar dan oleh kementerian pendidikan memberikan arah umum pendidikan di tingkat kampus dan arah bagi mereka yang merancang mastery test. Akan tetapi, dosen setempat (dan mahasiswa dalam perencanaan yang berpusat pada mahasiswa) harus merancang masing-masing standar dan mentranslasikan standar itu ke dalam sasaran dan tujuan tertentu, atau tugasnya adalah mentranslasikannya dari pernyataan tujuan yang lebih umum menjadi standar-standar spesifik. Terlepas dari tingkat abstraksi standar dan tujuan umumnya, hal yang penting untuk diingat oleh para dosen pemula adalah standar-standar itu disahkan oleh peraturan menteri dan oleh karenanya harus diikuti. Akan tetapi, juga penting untuk diketahui bahwa standar-standar itu tidak memberikan begitu banyak arah, misalnya apa yang akan dilakukan dalam perkuliahan tertentu. Hal ini membutuhkan persiapan rencana perkuliahan dan tujuan instruksional, tugas-tugas perencanaan utama yang sebelumnya telah dideskripsikan secara singkat.

Banyak keputusan tentang isi kurikulum dibuat oleh dosen-dosen berpengalaman dan spesialis kurikulum di kampus tertentu jauh sebelum mahasiswa atau dosen yang baru saja memulai kariernya memasuki kelas. Berbagai textbook diseleksi dan pedoman kurikulum sering kali direncanakan agar paralel dengan kerangka kerja nasional. Bila ini terjadi, pedoman itu menjadi alat yang sempurna untuk digunakan oleh dosen pemula. Para ahli yang menyiapkan bahan-bahan tersebut menghabiskan cukup banyak waktu untuk memutuskan apa yang seharusnya diajarkan dan bagaimana topik-topik tertentu diurutkan dari waktu ke waktu—baik selama satu tahun ajaran maupun selama beberapa tahun ajaran—dan bagaimana nilai-nilai masyarakat seharusnya dicerminkan dalam kurikulum kampus. Pekerjaan para dosen pemula terutama adalah memastikan bahwa mereka memahami cakupan dan urut-urutan isi kurikulum tersebut dan menemukan cara untuk menginterpretasikan dan mengajarkannya secara efektif untuk kelompok mahasiswa tertentu.
Bagaimanapun juga, sebagian dosen pemula mungkin menghadapi tugas menyeleksi sendiri isi kurikulum, yang cukup menyita waktu. Sebagai contoh, textbook di beberapa kampus mungkin tidak lagi merefleksikan pengetahuan saat ini. Dalam kasus semacam ini, dosen pemula bertanggung jawab merencanakan cara untuk memasukkan pengetahuan baru ke dalam kurikulum, tindakan yang pada umumnya mengharuskan untuk membuang sebagian isi yang lain.
Alat untuk Memilih Isi Kurikulum
Ketika dosen pemula menghadapi situasi yang mengharuskan mereka untuk membuat keputusan tentang isi tanpa menerima banyak bantuan, mereka perlu mengetahui ide-ide dan alat-alat yang dapat membantu mereka untuk melakukannya.
Menggunakan konsep Ekonomi dan Kekuatan. Telah banyak ditemukan bahwa kebanyakan dosen berusaha mengajarkan lebih banyak informasi dan informasi banyak yang tidak relevan. Mahasiswa terhalangi dalam mempelajari ide-ide kunci akibat adanya kekacauan verbal. Brunner (1962), berpuluh-puluh tahun yang lalu, mengatakan bahwa dosen seharusnya berusaha ekonomis dalam mengajar. Penggunaan yang ekonomisberarti sangat berhati-hati tentang berapa banyak informasi dan konsep yang disajikan dalam satu mata kuliahatau satu unitkerja. Prinsip ekonomi mengatakan untuk mengambil sebuah konsep yang sulit dan membuatnya menjadi sederhana dan mudah bagi mahasiswa, bukan mengambil sebuah konsep yang mudah dan membuatnya menjadi sulit. Hal ini berarti membantu mahasiswa menelaah beberapa ide kritis secara mendalam dan bukan membombardir mereka dengan fakta-fakta yang tidak berkaitan dan hanya memilikipeluangkecil untuk berdampak pada pembelajaran.
Bruner juga mendeskripsikan bagaimana prinsip kekuatan seharusnya diterapkan ketika menyeleksi isi kurikulum. Perkuliahan atau unit kerja yang kuat adalahyang di dalamnya berbagai konsep dasar dari perkuliahan itu disajikan secara sederhana, tidak rumit, dan logis. Melalui organisasi yang logis, mahasiswa akan dapat melihat hubungan di antara berbagai fakta dan di antara berbagai konsep penting dalam sebuah topik.
Memerhatikan Struktur Pengetahuan dan Pertanyaan-Pertanyaan Esensial. Di setiap bidang ada banyak halyang tidak mungkin habis dipelajari dalam waktu satu tahun atau bahkan seumur hidup. Dosen harus memilih isi berdasarkan ide-ide dasar dan struktur pengetahuan untuk bidang tertentu, dengan memerhatikan pengetahuan dan kemampuan yang sebelumnyasudah dimiliki mahasiswa. Di semua bidang pengetahuan, konsep dan pemahaman tingkat tinggi dibangun dalam bentuk seperti piramida yang lebih mudah menjadi alasnya, seperti diperlihatkan dalam Gambar 7. Perhatikan bagaimana informasi dibagi menjadi ide-ide yang lebih kompleks dan abstrak dan menjadi konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana dan tidak begitu kompleks. Perhatikan juga bahwa hubungan yang ada di antara berbagai subset ide dan pemahaman. Heidi Hayes Jacobs (1997) menawarkan konsep pertanyaan esensial untuk mengingatkan kita akan pentingnya ide-ide besar yang merefleksikan jantung kurikulum. Kita akan mendiskusikan struktur pengetahuan pertanyaan esensial secara lebih terperinci di modul-modul selanjutnya.

Gambar.7 Struktur Pengetahuan Hipotetik

Gambar 8 Menetapkan Prioritas Kurikuler
Sumber: Diadaptasin dari Wiggins dan McTighe (1998)
Grant Wiggins dan Jay McTighe (1998) memberikan kerangka kerja yang sederhana, namun, bermanfaat untuk mengoperasikan prinsip ekonomi, kekuatan, dan struktur, seperti yang diilustrasikan dalam bentuk cincinbersangkar (nested rings) dalam Gambar 8. Latar belakang ilustrasi itu merepresentasi seluruh bidang kemungkinan isi, yang jelas tidak mungkin untuk dicakup semuanya. Cincin terbesar merepresentasikan pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan oleh dosen sebagai hal yang harus dikenal oleh mahasiswa, sementara cincin yang di tengah adalah pengetahuan yang sangat penting. Pendidikan mahasiswa tidak akan lengkap bila mereka tidak menguasai hal-hal yang mendasar ini. Cincin yang ketiga adalah kerangka kerja yang merepresentasikan pemahaman yang "abadi", ide-ide besar yang mestinya tidak akan hilang dari ingatan mahasiswa setelah mereka melupakan sebagian besar detailnya. Wiggins dan McTighe menawarkan empat pertanyaan untuk ditanyakan oleh dosen ketika mereka memilih apa yang akan diajarkan.
Pertanyaan 1 : Sejauh mana ide, topik, atau proses merepresentasikan ide besar yang memiliki nilai abadi, bahkan di luar kelas?
Pertanyaan 2 : Sejauh mana ide, topik, atau proses itu menetap dalam jantung disiplin ilmu yang bersangkutan?
Pertanyaan 3 : Sejauh mana miskonsepsi mahasiswa tentang ide, topik, atau proses itu dan menganggapnya sulit untuk dipahami?
Pertanyaan 4 : Sejauh mana ide, topik, atau proses itu menawarkan potensi untuk dapat memikat mahasiswa?
Pemetaan Kurikulum (Curriculum Mapping). Meskipun para dosen bekerja bersama-sama di kampus yang sama, mereka sering kali kurang memiliki pengetahuan yang lengkap tentang segala yang mereka ajarkan. Dosen-dosen yang berdekatan pun kurang memiliki informasi tentang segala yang mereka ajarkan. Meskipun kerangka kerja kurikulumnya mungkin menyebutkan tujuan umum dan standar, tetapi sering kali tidak mengatakan apa pun tentang segala yang dikerjakan dosen dari hari ke hari.
Jacobs (1997) menawarkan ide tentang "curriculum maps " (peta kurikulum) sebagai cara bagi dosen di kampus tertentu untuk memetakan apa yang sedang mereka kerjakan dan membantu memastikan bahwa tidak ada kesenjangan pada keterampilan-keterampilan yang penting dan tidak terlalu banyak terjadi tumpang-tindih atau pengulangan.
Curriculummapping(pemetaan kurikulum) di mulai dengan masing-masing dosen mendeskripsikan proses dan keterampilan yang ditekankannya, konsep dan topik esensial yang diajarkannya, dan hasil yangij diharapkannya dari mahasiswa. Setelah itu, bergantung situasinya, deskripsi-deskripsi ini saling diinformasikan kepada dosen-dosen di kampus itu, dan peta kurikulum dikonstruksikan untuk memperlihatkan kurikulum universitas, termasuk kesenjangan yang mungkin ada dan topik-topik yang tidak perlu diajarkan lebih dari satui kali. Meskipun para dosen pemula tidak akan diminta memimpin proses ini, dengan memahami bahwa hal itu ada akan membantu mereka masuk ke dalam pemetaan kurikulum dan mendapatkan pemahaman yangf lebih jelas tentang apa yang sebenarnya akan terjad di kelas dan bagaimana hal-hal yang mereka ajarkanl dapat dimasukkan dengan tepat ke dalamnya.
Tujuan Instruksional atau Capaian Pembelajaran
Menurut definisinya, mengajar adalah proses mengupayakan pertumbuhan yang lebih tinggi pada dirimahasiswa. Pembelajaran mahasiswa adalah "inti" bagi dosen dan bagi kampus. Pertumbuhan yang diinginkan itu mungkin memiliki jangkauan yang jauh, seperti mengembangkan seluruh kerangka kerja konseptual baru untuk memikirkan tentang sain
atau mendapatkan apresiasi baru terhadap kesusastraan. Intensi dosen untuk pembelajaran mahasiswa memilikil sebutan yang beragam. Di masa lalu, intensi itu disebuti aims, purpose, goals, atau outcomes (Bobbitt, 1918; Rugg, 1926; Taylor, 1949). Saat ini intensi itu sering disebut sebagai content atau curriculum standards. Dalam pembelajaranistilah instructional objective (tujuan instruksional) atau sekrang disebut juga sebagai capaian pembelajaran digunakan untuk mendeskripsikan intensidosen yang terkait dengan pertumbuhan dan perubahanmahasiswa. Anda akan melihat bahwa tujuan instruksional itu mirip seperti road map (peta perjalanan).

Tujuan instruksional atau capaian pembelajaran itu membantu dosen dan mahasiswa-mahasiswanya untuk mengetahui ke mana mereka akan pergi dan kapan mereka akan tiba di tujuan. Seperti peta yangberagam, sebagian tujuan instruksional itu sederhana, mudah dibuat dan dibaca. Sebagian lainnya lebih kompleks. Untuk alasan ini, ada beberapa pendekatan untuk menuntun penulisan tujuan instruksional atau capaian pembelajaran dan beberapa macam format untuk digunakan. Salah satu isu utamanya (yang kadang-kadang kontroversial) adalah perbedaan di antara para teoretisi dan dosen tentang seberapa spesifik atau seberapa umumkah mestinya tujuan instruksional atau capaian pembelajaran itu.
Format Mager untuk Tujuan Perilaku. Pada 1962, Robert Mager menulis sebuah buku yang berjudul Preparing Instructional Objectives yang melahirkan perdebatan tentang bentuk yang paling diinginkan dari "form of usefully stated objective" (him. i). Pesan umum dari tulisan Mager adalah argumennya bahwa agar tujuan instruksional atau capaian pembelajaran benar-benar ada artinya, tujuan itu harus mengomunikasikan maksud instruksional/ pembelajaran dosen dan ditetapkan dengan sangat spesifik. Tujuan yang ditulis dalam format Mager kemudian dikenal sebagai behavioral objectives(tujuan perilaku) dan membutuhkan tiga bagian:
§ Student behavior (perilaku mahasiswa). Apa yang akan dilakukan mahasiswa atau jenis perilaku yang akan diterima dosen sebagai bukti bahwa tujuannya telah dicapai.
§ Testing situation (situasi pengujian). Kondisi di mana perilaku akan diobservasi atau diharapkan akan terjadi.
§ Performance criteria (kriteria kinerja). Standar atau tingkat kinerja yang ditetapkan sebagai standar atau tingkat kinerja yang dapat diterima.
Cara sederhana untuk menghafal ketiga bagian tujuan perilaku itu adalah dengan memikirkannya sebagai pendekatan STP: student behavior (S), testing situation (T), dan performance criteria (P). Tabel 2 mengilustrasikan bagaimana pendekatan tiga-bagian Mager bekerja dan contohnya masing-masing.
Tabel 2 Contoh Tujuan Perilaku yang Menggunakan Format Mager
![]() | Contoh |
Student behavior (perilaku mahasiswa) Testing situation (situasi pengujian) Performance criteria (criteria kinerja) Student behavior (perilaku mahasiswa) Testing situation (situasi pengujian) Performance criteria (criteria kinerja) | Mengidentifikasi kata benda Diberi daftar kata benda dan kata kerja Menandai 85 persen kata benda dengan benar Menyebutkan lima penyebabekonomi jatuh Tes esai tanpa menggunakan catatan Empat di antaraa lima alasan |

Pendekatan perilaku Mager telah diterima luas di antara para dosen dan pihak-pihak lainnya dalam komunitas masyarakat pendidikan selama tiga dekade terakhir. Tujuan perilaku yang ditulis dengan baik memberikan pernyataan yang sangat jelas kepada mahasiswa tentang apa yang diharapkan dari mereka, dan mereka membantu dosen ketika tiba waktunya untuk mengukur kemajuan mahasiswa Akan tetapi, bukan berarti bahwa pendekatan Mager ini bebas kritik.
Tabel 3 Contoh Tujuan Perilaku yang Menggunakan Format Mager
Testing Situation | Student Behavior | Performance Criteria |
Diberi peta ….. Tanpa catatan …… Dengan teks …………… | Mahasiswa akan mampu: mengidentifikasi menyelesaikan membandingkan membedakan menceritakan | Paling tidak 85 persen Empat dari lima alasan Benar sampai persentase terdekat |

Para pengkritik juga mengatakan, dan ini benar adanya, bahwa banyak proses kognitif yang lebih kompleks tidak dapat diobservasi dengan mudah. Sebagai contoh, mudah untuk mengobservasi seorang mahasiswa yang menambahkan dua kolom angka-angka dan menenukan apakah jawabannya benar. Akan tetapi, tidak mudah untuk mengobservasi proses berpikir atau proses penyelesaian soal matematika yang menghasilkan jawaban itu. Juga, cukup mudah untuk mengobservasi mahasiswa yang mengingat tokoh-tokoh utama di dalam sebuah novel karya Tolstroy. Akan tetapi, tidak mudah untuk mengoserbasi dan mengkur apresiasi mereka terhadap sastra Rusia atau terhadap novel sebagai sebuah bentuk ekspresi kreatif. Para pengkritik khawatir bahwa penekanan pada tujuan perilaku dapat mengakibatkan pengabaian terhadap aspek-aspek pendidikan yang lebih penting hanya karena hal itu tidak mudah untuk diobservasi dan diukur.
Pendekatan yang Lebih Umum. Beberapa teoretisi kurikulum, maupun spesialis pengukuran, telah mengembangkan berbagai pendekatan alternatif untuk tujuan perilaku. Gronlund (1999, 2004), misalnya, mengilustrasikan bagaimana tujuan pertama-tama dapat ditulis dalam istilah yang lebih umum; hal-hal spesifik yang sesuai nanti akan ditambahkan untuk klarifikasi. Gronlund, berbeda dengan kaum behavioris yang keras, tidak berkeberatan untuk menggunakan kata-kata, seperti menghargai (appreciate), memahami (understand), nilai (value), atau senang (enjoy) dalam pendekatannya. Ia percaya bahwa meskipun kata-kata tersebut terbuka untuk beragam interpretasi, bagaimanapun mereka mengomunikasikan maksud pendidikan banyak dosen dengan lebih jelas. Tabel 4 mengilustrasikan bagaimana tujuan itu ditetapkan dengan menggunakan format Gronlund.
Perhatikan bahwa tujuan awalnya tidak terlalu spesifik dan mungkin juga tidak terlalu berarti atau membantu menuntun penyiapan perkuliahan atau mengukur perubahan mahasiswa. Akan tetapi, tujuan itu mengomunikasikan maksud umum yang ingin dicapai oleh dosen. Sub-subtujuan membantu mengklarifikasikan apa yang seharusnya diajarkan dan apa yang diharapkan untuk dipelajari oleh mahasiswa. Sub-subtujuan ini memberikan pressisi lebih, meskipun tidak setepat tujuan objektif tiga-bagian model Mager.
Tabel 4 Pendekatan yang Lebih Umum untuk Menulis Tujuan
Format Contoh
Tujuan umum Memahami dan menghargai keanekaragaman orang-orang yang menjadi bagian masyarakat
Subtujuan 1 Dapat mendefinisikan keanekaragaman dengan kata-kata orang lain maupun dengan kata-katanya sendiri.
Subtujuan 2 Dapat memberikan contoh-contoh bagaimana orang-orang atau kelompok-kelompok yang beragam telah memperkaya kehidupan kurtural di Indonesia.
Subtujuan 3 Dapat menganalisis dalam bentuk tulisan bagaimana menghargai keanekaragaman adalah tujuan yang rapuh dan sulit dicapai.
Pendekatan ketiga untuk menulis tujuan dikembangkan oleh para pakar yang baru-baru ini merevisi taksonomi Blomm, Taxonomy of Educational Objectives, yang akan menjadi topik bagian berikutnya (Anderson et al., 2001), yang mengatakan bahwa tujuan yang menggunakan kerangka kerja yang lebih tradisional hanya difokuskan pada isi dan keterampilan dan mengabaikan dimensi kognitif—dimensi "cara berpikir mahasiswa" dalam pembelajaran. Mereka mengidentifikasi sebuah format standar untuk menyatakan tujuan yang hanya membutuhkan sepatah kata kerja dan sepatah kata benda. Kata kerja pada umumnya mendeskripsikan proses kognitif yang dimaksud dan kata benda mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan akan diperoleh mahasiswa.

Berikut adalah beberapa contoh tujuan yang menggunakan kerangka kerja taksonomi:
§ Mahasiswa akan belajar membedakan (kata kerja untuk proses kognitif) antara sistem pemerintahan federal dan kesatuan (kata benda untuk pengetahuan).
§ Mahasiswa akan belajar mengklasifikasikan (kata kerja untuk proses kognitif) berbagai tipe tujuan (kata benda untuk pengetahuan).
§ Mahasiswa akan mampu menganalisis (kata kerja untuk proses kognitif) berbagai tipe data sosial (kata benda untuk pengetahuan).
Pendekatan ini akan menjadi lebih jelas bagi Anda setelah membaca bagian taksonomi Bloom.
Pendekatan Mana yang Akan Digunakan? Bentuk dan penggunaan tujuan instruksional atau capaian pembelajaran. Seperti halnya aspek-aspek pengajaran lainnya, kemungkinan besar juga masih akan menjadi bahan kontroversi dan penyelidikan dalam waktu yang lama. Pendekatan yang digunakan oleh dosen akan sedikit dipengaruhi oleh kebijakan tingkat kampus, tetapi di kebanyakan kasus, ada cukup ruang gerak bagi preferensi dan keputusanindividual. Penting untuk diingat bahwa maksud di balik tujuan instruksional adalah untuk mengomunikasikan maksud dosen dengan jelas kepada mahasiswa dan untuk membantu dosen dalam mengases pertumbuhan mahasiswa. Common sense, maupun penelitian yang dirangkum sebelumnya, menyarankan untuk mengadopsi pijakan yang terletak di antara tujuan yang ditetapkan dengan tingkat abstraksi yang begitu tinggi hingga tidak memiliki arti di satu sisi dan ketaatan pada pendekatan behavioral di sisi yang lain. Pendekatan Gronlund untuk pertama-tama penulisan tujuan yang lebih global dan kemudian semakin spesifik bila subjeknya memungkinkan, barang kali hal ini adalah saran terbaik untuk saat ini. Serupa dengan itu, setelah membaca bagian berikut ini Anda akan melihat pentingnya tidak hanya mengidentifikasi isi yang akan dipelajari, tetapi juga proses yang berhubungan dengan pembelajarannya.
Taksonomi untuk Memilih Tujuan Instruksional
Taksonomi adalah alat yang mengklasifikasikan dan menunjukkan hubungan di antara berbagai hal. Anda sudah tahu tentang beragam taksonomi, contohnya adalah mereka yang mengklasifikasikan tumbuh-tumbuhan dan hewan dalam sains dan mereka yang mengklasifikasikan kelompok-kelompok makanan, warna, dan tabel periodik unsur. Salah satu taksonomi yang merupakan alat yang sangat berguna untuk mengambil keputusan tentang tujuan instruksional dan untuk mengases hasil belajar adalah taxonomy for educational objectives (taksonomi untuk tujuan pendidikan) Bloom. Taksonomi ini awalnya dikembangkan oleh Bloom dan rekan-rekan sejawatnya pada 1950-an (Bloom, 1956). Baru-baru ini, taksonomi ini telah direvisi oleh sekelompok mahasiswa Bloom (Anderson et al., 2001) dan beri nama baru taxonomy for learning, teaching, and assessing (taksonomi untuk belajar, mengajar, dan menilai). Seperti disiratkan oleh namanya, taksonomi yang telah direvisi ini memberikan kerangka kerja untuk mengklasifikasikan tujuan belajar dan cara untuk mengasesnya.
Tabel 5 Tabel Taksonomi
Dimensi Pengetahuan | Dimensi Proses Kognitif | |||||
1 Mengingat | 2 Memahami | 3 Menerapkan | 4 Menganalisis | 5 Mengevaluasi | 6 Menciptakan | |
A. Pengetahuan Faktual | | | | | | |
B. Pengetahuan Konseptual | | | | | | |
C. Pengetahuan Prosedural | | | | | | |
D. Pengetahuan Metakognitif | | | | | | |
Sumber : Adrerson et al. (2001), hlm.28
Taksonomi Bloom yang telah direvisi itu bersifat duadimensi. Salah satu dimensinya, dimensi pengetahuan,mendeskripsikan berbagai tipe pengetahuan dan mengorganisasikan pengetahuan menjadi pengetahuan metakognitif. Kategori-kategori tersebut terletak di sepanjang kontinum yang bergerak mulai dari pengetahuan yang sangat konkret (factual) sampai yang lebih abstrak (metakognitif). Dimensi kedua, dimensi proses kognitif (cara berpikir) berisi enam kategori: remember (mengingat), understand (memahami), apply (menerapkan), analyze (mengaanaalisis), evaluate (mengevaluasi), dan create (menciptakan). Seperti halnya dimensi pengetahuan, dimensi proses kognitif juga diasumsikan terletak di sepanjang kontinum kompleksitas kognitif. Sebagai contoh, memahami sesuau lebih kompleks dibanding semata-mata meningatnya saja; menerapkan dan menganalisis suatu ide lebih kompleks dari sekadar memahami ide itu. Tabel 5 menunjukkan kedua dimensi taksonomi itu dan hubungan antara dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.
Kategori-Kategori Dimensi Pengetahuan. Taksonomi yang telah direvisi itu membagi pengetahuan menjadi empat kategori: Pengetahuan faktual termasuk elemen-elemen dasar yang perlu diketahui mahasiswa yang akan dipelajari dengan sebuah topik. Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang saling keterkaitan diantara elemen-elemen dasar.
Tabel 6Tipe-Tipe Utama Pengetahuan daiam Dimensi Pengetahuan
Beberapa Tipe dan Sub-Tipe Utama Contoh
A. Pengetahuan Faktual—elemen-elemen dasar yang hams diketahui mahasiswa, yang dipelajari dengan sebuah disiplin atau denganmenyetesaikan masalah yang ada di dalamnya.
AA. Pengetahuan tentang terminologi | Perbendaharaan kata teknis, simbol-simbol musik. |
AB. Pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik | Sumber-sumber alam utama, sumber-sumber informasi yang dapat dipercaya. |
B. Pengetahuan Konseptual— Saling keterkaitan di antara elemen-elemen dasar dalam struktur yang lebih besar yang memungkinkanmereka untuk berhingsi bersama-sama.
BA. Pengetahuan tentang klasiflkasi dan kategori | Periode-periode waktu geologis, bentuk-bentuk kepemilikan usaha/bisnis. |
BB. Pengetahuan tentang prinsip dan generafisasi | Dalil Pythagoras, hukum supply and demand (penawaran dan permintaan), |
BC. Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur | Teorievolusi, struktur Kongres |
C. Pengetahuan Prosedural-—Bagaimana cara melakukan sesuatu, metode penyelidikan, dan kriteria untuk menggunakan berbaga)keterampitan, algoritma, teknik, dan metode.
CA. Pengetahuan tentang berbagai keterampilan spesifik-subjek dan aigoritma | Berbagai keterampilan yang digunakan dalam menggambar dengan cat air, aigoritma pembagian bilangan bulat. kepemilikan usaha/bisnis. |
CB. Pengetahuan tentang bertjagai teknik dan metode Spesifik-subjek | Teknik-teknik wawancara, metode ilmiah. |
CC. Pengetahuan tentang krtteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur yang tepat | Kriteria yang digunakan untuk menentukan kapan menerapkan prosedur yang melibatkan hukum Kedua Newton, kriteria yang digunakan untuk menilai fisibilitas penggunaan metode tertentu untuk mengestimasikan biaya usaha. |
D. Pengetahuan Metakognitif—Pengetahuan tentang kognisi secara umum maupun kesadaran dan pengetahuan tenteng kognisinyasendiri. :
DA. Pengetahuan strategis | Pengetahuan tentang membuat ikhtisar sebagai cara menangkap struktur sebuah unit subjek dalam sebuah textbook, pengetahuan tentang penggunaan |
DB. Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional yang tepat | Pengetahuan tentang tipe-tipe tes yang diadministrasikan dosen-dosen tertentu, pengetahuan tentang tuntutan kognitif berbagai tugas. |
DC. Pengetahuan tentang diri-sendiri | Pengetahuan bahwa mengkritik esai adalah kekuatan personal, sedangkan menulis esai adalah kelemahan personal; kesadaran tentang tingkat pengetahuannya sendiri. |
Pengetahuan prosedural adalah mengetahui cara mengerjakan "sesuatu". Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi mahasiswa sendiri dan pengetahuan tentang kapanmenggunakan pengetahuan konseptual atau prosedural tertentu. Tabel 7 menjelaskan keempat tipe utama pengetahuan dan contohnya masing-masing.
Tabel 7Dimensi Proses Kognitif dan Proses Kognitif yang Terkait
Kategori Proses Proses Kognitif dan Contoh
1. Remember (mengingat)—Mengambtl pengetahuan yang relevan dari ingatan jangka panjang
1.1 Recognizing (mengenali) (misalnya,mengenalitanggalperistiwa-peristiwa penting dalam sejarah AS)
1.2 Recalling (mengingat kembali) (misalnya, mengingat kembali tanggal peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah AS
2. Understand (memahami)—Mengonstruksikan makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk komunikasi lisan,tulisan, dan grafts
2.1 Interpreting (menginterpretasikan) (misalnya, menafsirkan pidato dan dokumen penting)
2.2 Exemplifying (member! contoh) (misalnya, memberikan contoh berbagai gaya lukisan artistik)
2.3 Classifying (mengklasifikasikan) (misalnya, mengklasifikasikan kasus-kasus gangguan mental)
2.4 Summarizing (merangkum) (misalnya, menulis ringkasan pendek dari rekaman peristiwa tertentu)
2.5 Inferring (menyimpulkan) (misalnya, dalam mempelajari bahasa asing, menyimpulkan prinsip gramatikal dari contoh-contoh)
2.6 Comparing (membandingkan) (misalnya, membandingkan peristiwa bersejarah dengan situasi sekarang)
2.7 Explaining (menjelaskan) (misalnya, menjelaskan penyemodul peristiwa penting abad kedelapan belas di Perancis)
3. Apply (menerapkan)—Melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam situasi tertentu
3.1 Executing (melaksanakan) (misalnya, membagi sefauah bilangan bulat dengan bilangan bulat lain, keduanya dengan banyak digit)
3.2 Implementing (menglmplementasikan) (misalnya, menentukan dalam situasi mana hukum Newton yang kedua dapat diterapkan)
4. Analyze (menganalisis)—Memecah materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan hubungan antarasatu baglan dengan bagian lain dan dengan struktur atau maksud keseluruhan
4.1 Differentiating (mendiferensiasikan) (misalnya, membedakan antara bilangan yang relevan dan tidak relevan dalam soal kalimat matematika)
4.2 Organizing (mengorganisasikan) (misalnya, bukti struktur dalam deskripsi historis menjadi bukti-bukti yang mendukung dan yang bertentangan dengan penjelasan historis tertentu)
4.3 Attributing (mengatribusikan) (misalnya, menentukan sudut pandang penulis sebuah esai dalam kaitannya dengan perepekfifpolitisnya
5. Evaluate (mengevafuasi)—Membuat judgment berdasarkari Criteria atau standar
5.1 Checking (mengecek) (misalnya, menentukan apakah kesimpulan seorang ilmuwan sesuai dengan data yang terobservasi)
5.2 Critiquing (mengkritik) (misalnya, memutuskan mana di antara dua metode yang merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan masatah tertentu)
Kategori-Kategori Dimensi Proses Kognitif. Dimensi kognitif memberikan skema klasifikasi untuk berbagai proses kognitif yang mungkin termasuk dalam sebuah tujuan instruksional. Proses-proses ini terletak di sepanjang kontinum yang bergerak mulai dari yang agak sederhana (mengingat) ke yang lebih kompleks (menriptakan). Seperti ditunjukkan dalam Tabel 5, mengingat, menurut para kreator taksonomi, berarti mengambil informasi yang relevan dari ingatan jangka panjang, sementara memahami berarti mengonstruksikan makna dari berbagai pesan instruksional. Menerapkanberarti melaksanakan atau menggunakan suatu prosedur; menganalisis berarti menguraikan materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan bagaimana hubungan bagian yang satu dengan bagian yang lain. Mengevaluasi dan menciptakan, dua kategori yang terletak dalam ujung kontinum yang lebih kompleks, berarti membuatjudgmentberdasarkan kriteria dan menyatukan berbagai elemen untuk membentuk sebuah pola atau struktur baru. Perhatikan juga dalam Tabel 5 bahwa masing-masing kategori proses dikaitkan dengan dua proses kognitif atau lebih. "Mengingat", misalnya, termasuk proses kognitif mengenali dan mengingat kembali. "Mengevaluasi" termasuk proses kognitif dieddng (memeriksa), dan critiquing (mengkritik).
Taksonomi Bloom yang telah direvisi membantu kita untuk memahami dan mengklasifikasikan berbagai tujuan dan cara mengasesnya. Gambar 9 menunjukkan bagaimana tujuan tertentu dapat diklasifikasikan. Ingat bahwa tujuan "mahasiswa akan belajar untuk mene-rapkan pendekatan konservasi reduce-reuse-recyde (mengurangi-memakai lagi - mendaur ulang)" diklasifikasikan sebagai pengetahuan prosedural(bagaimana cara melakukan sesuatu) dan membutuhkan proses kognitif menerapkan (melaksanakan atau menggunakan sebuah prosedur).
Kemampuan untuk mengklasifikasikan tujuan dengan alat ini memungkinkan dosen untuk mempertimbangkan tujuan mereka dari berbagai macam kemungkinan dan memberikan cara untuk mengingat "hubungan integral antara pengetahuan dan proses kognitif yang melekat di semua tujuan" (Ariderson et al., 2001, him. 35). Selain itu, kategorisasi tujuan membantu menunjukkan konSistensi atau inkonsistensi di antara beragam tujuan untuk unit perkuliahan tertentu dan, seperti yang akan dideskripsikan nanti, membantu dosen untuk menangani asesmen tujuan-tujuan instruksionalnya secara lebih efektif.
Dosen menghabiskan sebagian besar waktunya pada tujuan-tujuan yang berkaitan dengan ranah kognitif itu. Akan tetapi, pen ting untuk diingat bahwa tujuan-tujuan pendidikan lainnya dapat dimasukkan ke dalam ranah afektif dan ranah psikomotor.
Ranah Afektif. Taksonomi orisinal Bloom membagi tujuan dalam affective domain (ranah afektif) menjadi limajkategori. Masing-masing kategori menyebutkan derajat komitmen atau intensitas emosional yang dibutuhkan dari mahasiswa:
Receiving (menerima)— Mahasiswa menyadari atau memerhatikan sesuatu di lingkungan.
Responding (merespons)— Mahasiswa memperlihatkan perilaku baru tertentu sebagai hasil pengalaman dan respons terhadap pengalaman.
Valuing (menghargai)— Mahasiswa memperlihatkan keterlibatan mutlak atau komitmen terhadap pengalaman tertentu.
Organization (organisasi)— Mahasiswa telah mengintegrasikan sebuah nilai baru ke dalam nilai-nilai umumnya dan memberinya tempat yang layak dalam sistem prioritas.
Characterization by value (karakterisasi menurut nilai)—
Mahasiswa bertindak secara konsisten menurut nilainya dan memiliki komitmen yang kuat terhadap pengalaman itu.

Gambar 9 Mengklasifikasikan Sebuah Tujuan dalam Tabel Taksonomi
Ranah Psikomotor. Kita biasanya mengaitkan kegiatan psikomotorik paling dekat dengan pendidikan jasmani dan atletik, meskipun pada kenyataannya banyak subjek lain yang membutuhkan gerakan fisik tertentu. Jelas, menulis dengan tangan dan worJrnut essitig berhubungan erat dengan semua subjek. Pekerjaan di laboratorium untuk mahasiswa sains dan teknik membutuhkan penggunaan rumit berbagai peralatan yang kompleks. Koordinasi mata dibutuhkan untuk melihat semua bentuk karya seni rupa; koordinasi tangan dibutuhkan untuk menghasilkan karya seni tersebutPindah dari satu mahasiswa ke mahasiswa lain, menggunakan peralatan audiovisual, dan mengomunikasikan berbagai maksud dengan gerakan wajah dan tangan adalah contoh contoh keterampilan dosen di ranah psikomotorik. Berikut ini adalah rentang kategori mulai dari reaksi refleks sederhana sampai tindakan kompleks yang mengomunikasikan berbagai ide dan ernosi kepada orang lain:
Gerakan refleks— Tindakan mahasiswa dapat terjadi di luar kehendak sebagai respons terhadap stimulus tertentu.
Gerakan fundamental dasar—Mahasiswa memiliki pola gerakan bawaan yang terbentuk dari kombinasi berbagai gerakan refleks.
Kemampuan perseptual— Mahasiswa dapat mentranslasikan stimuli yang diterima melalui indra menjadi gerakan yang tepat seperti yang diinginkan.
Gerakan yang terampil— Mahasiswa telah mengembangkan gerakan-gerakan yang lebih kompleks yang membutuhkan derajat efisiensi tertentu.
Komunikasinondiskursif— Mahasiswamemiliki kemampuan untuk berkomunikasi melalui gerakan tubuh.
Taksonomi-taksonomi orisinal untuk tujuan afektif dan psikomotorik belum pernah direvisi.
Taksonomi orisinal Bloom juga tidak terlepas dari kritik. Sebagian orang keliru menginterpretasikannya dengan mengatakan bahwa ripe pengetahuan tertentu yang tidak begitu kompleks tidak sepenting tipe pengetahuan yang lebih kompleks. Hal ini bukan yang dimaksudkan oleh Bloom. Sebagian lainnya menantang pendosentan hierarkis tujuan-tujuan instruksional itu. Kemungkinan besar kritik yang sama akan terjadi pada taksonomi yang telah direvisi, terutama terkait dengan kontinum kompleksitasnya yang baru. Terakhir, para pengkritik mengatakan, dan memang benar demikianlah adanya, bahwa taksonomi dan pengurutan kategori-kategori itu tidak selalu cocok dengan semua bidang pengetahuan.
Terlepas dari kritik dan kelemahan yang diidentifikasi dalam taksonomi orisinalnya, taksonomi itu masih tetap populer di antara para dosen. Kemungkinan besar versi yang direvisi dari taksonomi itu akan menemukan audiens pendidik yang sama reseptifnya karena memberikan cara yang berharga untuk memikirkan tentang maksud dan asesmen instruksional dan, oleh sebab itu, dipandang sebagai alat perencanaan yang berharga. Taksonomi itu memberikan reminder yang baik bahwa kita menginginkan mahasiswa untuk mempelajari beragam pengetahuan dan keterampilan dan mampu berpikir dan bertindak dengan cara-cara yang efektif-praktis maupun kompleks.
Lesson Plans (Rencana Perkuliahan) dan Unit Plans (Rencana Unit)
Tujuan instruksional digunakan bersama lesson plans (rencana perkuliahan) dan, seperti Anda lihat dalam penelitian Yinger, dosen mengonstruksikan rencana jangka pendek maupun jangka panjang.

Kebanyakan dosen pemula dapat memahami logika diwajibkannya rencana harian yang agak terperinci. Pikirkan bahwa rencana perkuliahan harian itu mirip dengan teks pidato yang akan disampaikan kepada sebuahaudiens yang besar. Pembicara yang akan memberikan berikan pidato untuk pertama kalinya perlu mengikuti serangkaian catatan terperinci atau mungkin bahkan membaca teks pidatonya kata-demi-kata. Setelah berpengalaman, atau setelah pidatonya secara sedikit demi sedikit tertanam di ingatan dari presentasi yang berulang-ulang, mereka akan semakin merasa kurang membutuhkan catatan dan dapat melakukannya tanpa banyak persiapan. Atau pikirkan bahwa penggunaan rencana itu mirip dengan penggunaan peta. Ketika pergi ke suatu tempat untuk pertama kalinya orang perlu mengikuti peta dengan cermat dan terus-menerus. Setelah beberapa kali melakukan perjalanan ke tempat yang sama, peta itu tidak dibutuhkan lagi.
Rencana harian dapat memiliki banyak bentuk. Fitur-fitur perkuliahan tertentu sering menentukan format rencana perkuliahannya. Sebagai contoh, masing-masing model pengajaran yang dideskripsikan membutuhkan format yang agak berbeda, seperti yang Anda lihai nanti. Akan tetapi, seorang dosen pemula akan menemukan bahwa beberapa kampus lebih menyukai format yang diwajibkan pada semua dosen. Biasanya, format itu berisi sebagian besar, atau bahkan semua, fitur yang termasuk dalam rencana perkuliahan yang dicontohkan dalam Gambar 10.
Lihat bahwa format urutan kegiatan belajar untuk perkuliahan itu, yang dimulai dengan cara memulai dan mengakhiri dengan tipe penutupan dan pemberian tugas tertentu kepada mahasiswa. Format perkuliahan itu juga menjadi cara untuk mengevaluasi pembelajaran mahasiswa maupun perkuliahan itu sendiri.
Topik Perkuliahan: .................................................................................

Gambar 10 Contoh Rencana Pembelajaran
Perencanaan Mingguan dan Perencanaan Unit. Kebanyakan kampus dan dosen mengorganisasikan perkuliahan di seputar minggu dan unit. Satu unit pada dasarnya adalah sepenggal isi dan keterampilan terkait yang dipersepsi pas satu sama lain secara logis. Biasanya, dibutuhkan lebih dari satu perkuliahan untuk menyelesaikan satu unit perkuliahan. Isi unit perkuliahan mungkin berasal dari modul-modul dalam buku atau dari pasal-pasal utama pedoman kurikulum. Contoh unit itu termasuk topik-topik seperti kalimat, Perang Sipil. Pembagian, termodinamika, membuat catatan, jantung, Jepang, dan cerita-cerita pendek Hemingway.
Unit planning (perencanaan unit) dalam banyak hal lebih kritis dibanding perencanaan harian. Perencanaan unit berkaitan dengan tujuan, isi, dan kegiatan yang ada di benak dosen. Rencana itu menentukan seluruh aliran serangkaian perkuliahan selama beberapa hari, beberapa minggu, atau bahkan beberapa bulan. Rencana itu sering kali mencerminkan pemahaman dosen tentang isi maupun proses pengajaran.
Kebanyakan orang dapat menghafalkan berbagai macam rencana yang berlaku selama satu jam, tetapi mereka tidak mungkin mengingat semua logistik dan urut-urutan kegiatan untuk rencana yang berlaku beberapa hari atau beberapa minggu. Unluk alasan inilah perencanaan unit pada umumnya ditulis oleh dosen dengan jumlah detail yang cukup. Ketika perencanaan unit itu dipindahkan dalam tulisan, rencana itu nanti juga berfungsi sebagai reminder bahwa beberapa perkuliahan membutuhkan bahan pendukung, peralatan, alat motivasi, atau alat evaluasi yang biasanya tidak dapat diperoleh seketika. Bila dosen-dosen bekerja dalam tim, perencanaan unit dan pembagian tanggung jawab untuk berbagai kegiatan unit adalah yang terpenting. Isi yang biasanya terkandung dalam sebuah unit pengajaran dapat ditemukan dalam contoh perencanaan unit yang diilustrasikan dalam Gambar 11.

Dari waktu ke waktu dosen-dosen berpengalaman mengembangkan berbagai perencanaan unit dan bahan-bahan pendukung yang dapat dipakai berulang-ulang, Tetapi, kebanyakan dosen pemula harus bersandar pada textbook dan pedoman kurikulum. Tidak ada yang salah dengan cara ini, dan dosen pemula mestinya tidak merasa bersalah karenanya. Kebanyakan pedoman kurikulum dikembangkan oleh dosen-dosen berpengalaman, dan meskipun pendekatan mereka terhadap berbagai subjek tidak dapat diharapkan benar-benar pas dengan preferensi dosen tertentu, bagaimanapun mereka memberikan desain umum yang sangat membantu sebagai pedoman. Kerangka kerja kurikulum yang dikembangkan oleh sebagian besar departemen pendidikan tingkat negara bagian juga memberikan bantuan yang berharga untuk membuat perencanaan unit.

Gambar 11Contoh Perencanaan Unit

Rencana Semester/Tahunan. Rencana semester/tahunan juga sangat penting. Akan tetapi, karena ketidakpastian dan kompleksitas di kebanyakan kampus, tidak dapat dilakukan dengan presisi setinggi rencana harian atau perencanaan unit. Efektivitas rencana harian pada umumnya berkisar di seputar seberapa baik mereka menangani tiga fitur di bawah ini:

Cakupan. Hanya sedikit dosen yang kehabisan bahan untuk dikerjakan. Hal yang sering mereka keluhkan adalah waktunya habis sementara ada banyak perkuliahan penting yang masih harus diajarkan. Dosen-dosen berpengalaman dapat melaksanakan banyak rencana sepanjang tahun yang ada di benaknya. Akan tetapi, dosen-dosen pemula harus mengembangkan rencana tahunanyang teliti bila ingin menyelesaikan topik Civil War(Perang Saudara) pada pertengahan semester. Merencanakan untuk membahas topik-topik yang diinginkan mengharuskan dosen untuk menanyakan apa yang benar-benar penting untuk diajarkan, memutuskan apa yang harus diprioritaskan, dan memerhatikan jam-jamperkuliahan yang tersedia selamasatu tahun ajaran. Pada kebanyakan kasus, dosen mencoba mengajarkan begitu banyak topik; tetapi dengan cara yang sangat ringan. Mahasiswa mungkin akan terlayani dengan lebih baik bila menu yang dirancangnya dikurangi Pendek kata, kebanyakan dosenpemula menetapkan estimasi yang terlalu tinggi tentang berapa banyak waktu yang sebenarnya tersedia untuk pengajaran dan menetapkan estimasi yang terlalu rendah tentang banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk mengajarkan sesuatu dengan baik. Perencanaan yang saksama dapat membantu meminimalkan kesalahan judgment.
Siklus Selama Semesteran. Dosen-dosen berpengalaman tahu bahwa semesteran bersikap siklikal dan bahwa sebagian topik lebih baik diajarkan pada titik waktu tertentu dan bukan pada waktu yang lain. Siklus semesterandan keadaan emosional dan psikologis berubah-ubah di seputas pembukaan dan penutupan semesteran, hari-hari dalam seminggu, periode liburan, perubahan musim, hari besar, dan berbagai peristiwa penting di kampus. Sebagian diantaranya dapat diantisipasi, sebagian lainnya tidak. Dosen-dosen berpengalaman tahu bahwa unit baru atau topik penting tidak diintroduksikan pada hari Jumat atau sehari sebelum libur. Mereka tahu bahwa pembukaan tahun ajaran harus ditekankan pada prosit dan struktur untuk memfasilitasi pembelajaran mahasiswa selama semesterannanti. Mereka tahu bahwa akhir semesteranakan penuh dengan interupsi dan motivasi yang menurun karena mahasiswa-mahasiswa sibuk mengantisipasi liburan atau mempersiapkan ujian akhir semeter yang bertumpuk. Mereka juga tahu bahwa kurang bijaksana untuk merencanakan pemeriksaan unit pada malam usai sebuah pertandingan besar atau usai pesta Halloween.
Sebagai dosen pemula, Anda akan belajar sesuatu tentang siklus-siklus dan keadaan psikologis yang berhubungan dengannya dari pengalaman Anda sendiri. Anda dapat menggunakan informasi ini, dan informasi yang diberikan oleh dosen-dosen yang lebih berpengalaman di kampus, selama Anda membuat rencana jangka panjang tahunan.


Gambar 12 Gantt Chart, Kunjungan ke Museum
Ada banyak format untuk membuat time-tables. Sebagian dosen percaya adanya proses-proses yang terus berubah dan lebih menyukai pendekatan yang lebih terbuka dan nonspesifik. Sebagian lainnya lebih menyukai sebaliknya dan menuliskan semuanya dengan sangat terperinci. Falsafah dan gaya kerja pribadi memengaruhi apa tepatnya pendekatan yang dipilih dan seberapa tinggitingkat detail yang dibutuhkan. Terlepas dari seberapa jauh keputusan Anda untuk memilih membuat time-tables sebagai bagian perencanaan Anda, paling tidak penting bagi Anda untuk mempertimbangkan penggunaannya karena alat ini membantu perencana untuk menengarai batas-batas sumber daya yang sangat penting tetapi terbatas — waktu.
Boks Meningkatkan Pengajaran dengan Teknologi untuk modul ini mendeskripsikan beberapa alat yang dapat membantu dosen dalam perencanaan dan penjadwalan.
Keputusan-Keputusan Perenca-naan Lainnya. Kebanyakan diskusi di modul ini adalah tentang bagaimana dosen memilih konten/isi kurikulum tujuan instruksional, dan kegiatan belajar. Akan tetapi, ada keputusan-keputusan lain yang dibuat oleh dosen tentang kelasnya yang membutuhkan perencanaan lebih lanjut. Sebagai contoh, dosen kelas dan mahasiswa diharapkan untuk melaksanakan kegiatan "mendosensrumah", seperti mengabsen, menjaga agar ruang kelas selalu aman dan nyaman untuk dihuni, membuat tugas-tugas, mengumpulkan hasil pekerjaan, dan mendistribusikanserta menyimpan berbagai bahan perkuliahan. Tugas-tugas ini, seperti halnya tugas-tugas instruksional, membutuhkan perencanaan yang saksama. Dosen berpengalaman merencanakan tugas-tugas "mendosens rumah" ini dengan sangat saksama , dan efisien sehingga observer yang naif mungkin bahkan tidak dapat melihat bahwa hal itu terjadi. Dosen pemula yangtidakmerencanakan rutinitas ini secara efisien akan mengalami kekacauan dan membuang waktu perkuliahan yang berharga. Berikut ini adalah pedoman perencanaan untuk berbagai rutinitas yang diambil dari praktik dosen-dosen efektif dan dari pengalaman.
Pedoman 1. Pastikan bahvva ada rencana tertulis yang terperinci untuk menetapkan regu-regu yang mendapat giliran bertugas, memberikan tugas, mengumpulkan dan mendistribusikan kertas-kertas, dan menyimpan buku dan peralatan.
Pedoman 2. Distribusikan rencana dan prosedur tertulis kepada mahasiswa pada saat kegiatan "mendosens rumah" rutin itu pertama kalinya tetjadi di tahun ajaran tertentu atau dalam kelas tertentu.
Pedoman 3. Berikan waktu kepada mahasiswa untuk mempraktikkan berbagai rutinitas dan prosedur, dan beri mereka umpan-balik tentang seberapa baik mereka bekerja.
Pedoman 4. Tempelkan salinan rencana kegiatan rutin itu di papan buletin atau di atas chart paper agar dapat berfungsi sebagai reminder untuk umum tentang bagaimana kegiatan-kegiatan tertentu akan dilaksanakan.
Pedoman 5. Latih student helpers segera untuk memimpin dan membantu dalam melaksanakan berbagai rutinitas. Mahasiswa di semua umur dapat dan senang dijadikan ketua regu, mengumpulkan buku-buku, mengambil dan menyiapkan proyektor, dan semacamnya.
Pedoman 6. Tindak lanjuti rencana yang Sudan di-kembangkan secara konsisten, dan pastikan tersedia cukup waktu untuk melaksanakan setiap kegiatan, khususnya pada awal tahun ajaran.
Pedoman 7. Ketahui cara-cara untuk membuat kegiatan "mendosens rumah" itu lebih efisien dan dapatkan umpan-balik tentang bagaimana pendapat mahasiswa tentang pelaksanaan tugas rutin tersebut.
Mengindividualisasikan Perkuliahan melalui Perencanaan
Dosendapat menggunakan perencanaan untuk mengindividualisasikan perkuliahan dan memenuhi kebutuhan setiap mahasiswa. Dengan perencanaan yangsaksamadosendapat memberikan lebih banyak waktu kepada sebagian mahasiswa untuk menyelesaikan berbagai tugas, menyesuaikan tingkat kesulitan bahan perkuliahannya, dan memberikan kegiatan belajar yang bervariasi kepada mahasiswa-mahasiswa lainnya. Di beberapa kasus, apa yang diharapkan untuk dipelajari oleh mahasiswa juga dapat bervariasi.
Memastikan bahwa Tujuan Pembelajaran Sama untuk Semua Mahasiswa. Kadang-kadang isi yang diajarkan kepada mahasiswa sangat penting sehingga dosen tidak dapat menikmati "kemewahan" untuk benar-benar menyesuaikan capaian pembelajarannya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa-mahasiswa tertentu. Sebagai contoh, semua mahasiswa diharapkan untuk mengetahui jawaban pertanyaan-pertanyaan tertentu yang ada dalam masterytests yang dipersyaratkan. Karena mahasiswa tidak datang ke kelas dengan latarbelakangdankemampuanyangsama dalam subjek-subjek tersebut, maka perencanaan dosen harus mencerminkan cara-cara untuk membantu mereka meraih kemajuan sesuai kemampuannya masing-masing. Biasanya, dosen melakukannya dengan membuat variasi pada salah satu di antara tiga aspek pengajaran: waktu, bahan, atau kegiatan belajar.
Variasi Waktu. Setiap dosen berpengalaman tahu bahwa dibutuhkan waktu lebihlama untuk sebagian mahasiswa dibanding mahasiswa-mahasiswa lainnya untuk menguasai isi tertentu. Untuk mengakomodasi perbedaan ini, dosen membuat perencanaan dengan tugas yang lazim diberikan tetapi menyediakan lebih banyak waktu kepada mahasiswa yang membutuhkannya. Akan tetapi, agar ini dapat bekerja, dosen harus membuat rencana untuk mahasiswa-mahasiswa yang kemungkinan besar akan menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih cepat. Pada umumnya ini berarti memberikan kegiatan pengayaan kepada mahasiswa-mahasiswa yang dapat menyelesaikan tugasnya dengan cepat atau menyediakan pusat-pusat teknologi kepada mahasiswa-mahasiswa semacam ini sehingga mereka dapat mengejar topik-topik yang lebih tinggi sesuai pilihannya.
Menyesuaikan Bahan.Dosen-dosen juga dapat menyesuaikan pengajarannya melalui perencanaan dengan membuat variasi pada tingkat kesulitan bahan pengajaran. Sebagian kampus menyediakan beragam textbook yang ditulis dengan tingkat yang berbeda-beda. Di kampus-kampuslain, dosenlah yang harus melakukan penyesuaian. Bahan-bahan dapat diadaptasi dengan menulis ulang, meskipun ini dapat menyita banyak waktu. Cara lain untuk mengadaptasi bahan termasuk menyediakan: pedoman belajar atau Catatan yang khusus dirancang untuk mahasiswa yang membutuhkan agar bahan perkuliahan lebih mudah dimengerti, atau dengan membuat flashcards dan alat-alat latihan lain yang tersedia.

Variasi Tujuan Pembelajaran. Di beberapa kasus, dosen dapat membuat tujuan pembelajarannya bervariasi. Sebagai contoh, mahasiswa diperbolehkan untuk memilih topik-topik yang mereka anggap menarik dalam sebuah unit perkuliahan atau mereka dapat memilih proyek-proyek yang sesuai dengan kemampuannya sendiri. Risiko pendekatan semacam ini, seperti halnya risiko mengelompokkan mahasiswa berdasarkan kemampuannya adalah mahasiswa-mahasiswadi kelompok yang lebih lambat atau mereka yang memilih proyek-proyek yang tidak begitu sulit atau tidak begitu kompleks mungkin akan tertinggal dalam isi inti kurikulum yang esensial dan tidak pernah dapat memenuhi tujuan yang dicapai oleh teman-teman sekelasnya. Hal inilah keputusan-keputusan yang harus diambil oleh setiap dosen untuk mahasiswa-mahasiswa dan situasi-situasi tertentu.
Perencanaan Waktu dan Ruang

Waktu


1. Waktu yang dialokasikan dan digunakan untuk tugas tertentu terkait erat dengan prestasi akademik mahasiswa. Apa yang ditemukan oleh para peneliti adalah terlepas dari metode yang digunakan oleh dosen dalam program-program tertentu, kelas sebagai tempat mahasiswanya menghabiskan sebagian besar waktunya untukterlibat dalam tugas akademis adalah kelassebagaitempatmahasiswa-mahasiswanyamendapatkan prestasi akademik tertinggi.
2. Dosen menunjukkan variasi yang besar dalam hal banyaknya waktu yang mereka alokasikan untuk berbagai studi. Sebagai contoh, di salah satu studi, peneliti menemukan beberapa kasus yang mengalokasikan waktu selama enam puluh menit sehari untuk membaca dan language arts (keterampilan komunikasi tulis dan oral) sementara beberapa kelas lainnya menghabiskan waktu hampir dua setengah jam untuk subjek-subjek ini.
3. Terlepas dari banyaknya waktu yang dialokasikan dosen untuk topik tertentu, banyaknya waktu yang mahasiswanya benar-benar terlibat dalam kegiatan belajar sangat bervariasi. Proporsi waktu yang besar ditemukan telah digunakan untuk berbagai kegiatan nonakademik, noninstruksional, dan berbagai rutinitas kegiatan kerumahtanggaan.

1. Total time. Yang dimaksud adalah total waktu yang dihabiskan mahasiswa di kampus. Di kebanyakan kampus, waktu yarig diwajibkan terdiri atas 16 tatap muka per semester..
2. Attended time. Yang dimaksud adalah banyaknya waktu yang sebenamya digunakan mahasiswa untuk hadir di kampus. Hari libur nasional, sakit, sistem pendingin yang rusak, dan hari-hari yang terlampau panas mengurangi banyaknya waktu kehadiran dari total waktu yang disyaratkan oleh regulasi.
3. Available time. Sebagian waktu kampus yang digunakan untuk makan siang, istirahat, rapat, dan kegiatan ekstrakurikuler lain yang, sebagai akibatnya, mengurangi waktu untuk maksud-maksud akademik,

5. Actual academic time.Banyaknya waktu yang sebenarnya dihabiskandosenberbagai tugas dan kegiatan akademik disebut allocated time (waktu yang dialokasikan). Istilah ini juga disebut opportunity to learn (kesempatan untuk belajar) dan diukur dari banyaknya waktu yang diperintahkan kepada mahasiswa oleh dosen untuk tugas akademik tertentu.

7. Academic learning time (ALT), Banyaknya waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk terlibat dalam tugas akademik hingga ia dapat meraih kesuksesan disebut academic learning time (waktu belajar akademik). Hal inilah aspek waktu yang paling erat terkait dengan pembelajaran mahasiswa.
Carol Weinstein dan Andrew Mignano (2002, 2007), menunjukkan betapa banyak waktu yang tersedia di ketujuh kategori tersebut. Berdasarkan studi-studi tentang waktu yang dideskripsikan sebelumnya, gambar ini menunjukkan bagaimana hampir seribu seratus jam waktu yang diwajibkan untuk kampus dikurangi hingga academic learning time (ALT) (waktu belajar akademik) aktualnya hanya mendapat waktu tiga ratus jam lebih sedikit kalima adanya “slip'' di setiap langkahnya. Jadi meskipunadabanyakvariasi dalam mengelola waktu kampus dan kelas, perkuliahan yang diambil dari penelitian tentang bagaimana waktu sebenarnya digunakan jelas menunjukkan bahwa jauh lebih sedikit waktu belajarakademik yang tersedia bagi dosen dan mahasiswa dibanding yang tampak selayang pandang.
Studi-studi tentang waktu yang dilakukan oleh para peneliti pendidikan terkemuka menerima perhatian dari seluruh dunia, baik dari para praktisi maupun peneliti. Bila ada hubungan yang kuat antara time on task dan prestasi akademik, penelitian tindak-lanjut tampaknya akan menemukan apa yang dilakukan oleh sebagian dosen untuk menghasilkan kelas dengan rasio on-task yang tinggi dan apa yang dapat dilakukan untuk membantu dosen-dosen lain untuk berkembang ke arah ini. Dua ranah yang menjadi perhatian dalam waktu dekat adalah bagaimana dosen mengorganisasikan dan mengelola kelas mereka dan metode mengajar tertentu yang mereka gunakan.
Ruang
Penataan ruang kelas sangat penting dan tidak memiliki solusi yang sederhana. Yang terpenting, bagaimana ruang kelas digunakan memengaruhi bagaimana para partisipan di kelas saling berhubungan dan apa yang dipelajari oleh mahasiswa. Simak, misalnya, bagaimana seorang dosen melaksanakan diskusi dengan mahasiswa-mahasiswanya. Dosen dan mahasiswa-mahasiswa dapat ditata dalam bentuk lingkaran yang memungkinkan komunikasi yang merata di antara semua pihak atau, seperri yang lebih lazim digunakan, tempat duduk mahasiswa dapat ditata dalam baris-barislurus yang semua informasinya diarahkan ke dan dari figur sentral (dosen). Dalam penataan terakhir ini, diskusi tidak terjadi di antara mahasiswa-mahasiswa, tetapi antara mahasiswa dan dosen. Seperti ditunjukkan oleh contoh ini, bagaimana ruang dirancang tidak hanya mempengaruhi pola komunikasi, tetapi juga kekuatan hubungan antara dosen dan mahasiswa. Hubungan ini penting karena dapat memengaruhi seberapa jauh mahasiswa merasa memiliki perkuliahan dan menjadi mahasiswa yang mandiri.
Penataan mahasiswa, meja, dan tempat duduk tidak hanya membantu menentukan pola komunikasi dan hubungan interpersonal di kelas, tetapi juga memengaruhi berbagai keputusan sehari-hari yang harus dibuat dosen tentang manajemen dan penggunaan sumber daya yang langka. Pilihan-pilihan yang terlibat tidak benar-benar jelas. Untungnya, body of research yang substansial menyediakan pedoman bagi dosen ketika mereka memikirkan tentang keputusan-kepurusan tersebut.
Pemikiran Akhir tentang Perencanaan
Dewasa ini banyak aspek pembelajaran sedang mengalami perubahan. Perencanaan barang kali adalah salahsatudiantaranya. Dalam Learning to Teach in Higher Education, maupun di banyak buku lain, perspektif tentang dan prosedur untuk perencanaan terutama berasal dari pandangan tradisional yang menempatkan dosen di pusat proses perencanaan. Akan tetapi, selama dua dekade terakhir, berbagai perspektif yang muncul mengalihkan fokus perencanaan dari dosen ke mahasiswa. Minat pada learner-centered planning (perencanaan yang dipusatkan pada mahasiswa) berasal dari hasil kerja sebuah satuan tugas American Psychological Association (lihat Learner-Centered Principles Work Group, 1997), studi-studi tentang" perencanaan yang dilaksanakan oleh para peneliti seperti McCombs (2001), dan beragam buku yang dipublikasikan, misalnyaLearfier-Cehtered Teaching: Five Key Changes to Practice (Mayellen W,eimer, 2002).
Hasil karya satuan tugas American Psychological Association itu mengembangkan beberapa prinsip yang dipusatkan pada pebelajar. Akan tetapi, penekanan prinsip-prinsip inibersinggungan dengan berbagai perkembangan mutakhir dalam pemahaman kita tentang mahasiswa dan proses pembelajaran. Mereka terutama mendukung prinsip-prinsip konstruktivis seperti:
§ Mahasiswa yang sukses dari wakru ke waktu dan dengan dukungan menciptakan sendiri representasipengetahuan yang benar-benar berarti.
§ Mahasiswa yang sukses mengaitkan informasi barudengan pengetahuan yang sudah ada dengan carayang bermakna.
§ Mahasiswa yang sukses berpikir secara stratogis danmemikirkan tentang pembelajarannya sendiri,
§ Belajar dipengaruhi secara signifikan oleh faktor-faktor lingkungan seperti budaya dan praktik-praktik pembelajaran.
Weimer (2002), di lain pihak, memberi penekanan pada praktik-praktik di kelas. la mengatakan bahwa pembelajaran mahasiswa, dan bukan pengajaranlah yang seharusnya menjadi fokus di kelas. Menurut Weimer, agar pemusatan pada pebelajar mendominasi, ada lima praktik pembelajaran penting yang harus berubah: (1) keseimbangan kekuasaan harus dipindahkan dari dosen ke mahasiswa; (2) isi harus berubah dari sesuatu yang harus dikuasai menjadi alat untuk mengembangkan keterampilan belajar; (3) paradigmanya harus berubah dari paradigma bahwa dosen melakukan semua tugas perencanaan dan melakukan pedagogi yang baik menjadi paradigma bahwa dosen adalah penuntun dan fasilitator; (4) tanggung jawab untuk pembelajaran harus pindah dari dosen ke mahasiswa dengan maksud membantu mahasiswa agar dapat menjadi pebelajar yang otonomi mandiri; dan (5) evaluasi harus digunakan untuk memberikan umpan-balik dan untuk menghasilkan pembelajaran dengan penekanan yang kuat pada partisipasimahasiswadalam evaluasidiri.
Lebih banyak hal tentang kelas yang dipusatkan pada mahasiswa akan ditemukan di sepanjang modul-modul selanjutnya. Untuk saat ini dan dalam kaitannya dengan perencanaan, penting untuk tetap menyadari prinsip-prinsip learner-centered dan untuk mengeksplorasi cara untuk melibatkan mahasiswa dalam proses perencanaan. Perpindahan dari pendekatan perencanaan yang dipusatkan pada dosen ke pendekatan-pendekatan yang dipusatkan pada mahasiswa tidak akan terjadi dalam waktu dekat, tetapi kemungkinan besar akan menjadi pe-gangan para dosen generasi Anda.
Rangkuman
Menjelaskan mengapa perencanaan dosen penting, dan deskripsikan tiga macam perspektif tentang perencanaan.
§ Merencanakan dan mengambil keputusan tentang perkuliahan adalah aspek-aspek terpenting pembelajaran karena merupakan determinan utama dari apa yang diajarkan di kampus dan bagaimana cara mengajarkannya.
§ Perspektif tradisional perencanaan didasarkan pada model-model linier-rasional yang ditandai oleh penetapan tujuan dan pengambilan tindakan-tindakan tertentu untuk mencapai hasil yang diinginkan.
§ Dasar pengetahuannya menunjukkan bahwa perencanaan dan pengambilan keputusan dosen tidak selalu sesuai dengan model perencanaan linier-rasional. Perspektif-perspektif yang lebih baru tentang perencanaan lebih menekankan pada tindakan dan refleksi nonlinier perencanaannya.
§ Bentuk ketiga perencanaan dosen, yang disebut mental planning, didasarkan pada pemikiran reflektif sebelum mengonstruksikan rencana yang lebih formal serta tindakan membayangkah dan latihan mental sebelum menyajikan perkuliahan tertentu.
Menjelaskan konsekuensi perencanaan untuk pembelajaran mahasiswa dan mendiskusikan bagaimana dosen-dosen pemula dan dosen-dosen berpengalaman mendekati perencanaan dengan cara yang berbeda.
§ Berbagai studi menunjukkan bahwa perencanaan memiliki konsekuensi bagi pembelajaran mahasiswa maupun perilaku kelas. Perencanaan dapat meningkatkan motivasi mahasiswa, membantu memfokuskan pembelajaran mahasiswa, dan mengurangi masalah manajemen kelas.
§ Dosen-dosen berpengalaman dan dosendosen pemula memiliki pendekatan dan kebutuhan perencanaan yang berbeda. Dosen-dosen berpengalaman lebih memerhatikan tentang bagaimana membangun struktur sebelum membimbing berbagai kegiatan kelas dan merencanakan sebelumnya berbagai adaptasi yang mungkin dibutuhkan setelah perkuliahan berjalan. Secara umum, dosen-dosen pemula membutuhkan rencana yang lebih terperinci dibanding dosen-dosen berpengalaman. Mereka lebih banyak menggunakan perencanaan untuk pengajaran verbal dan lebih banyak merespons interes mahasiswa.
§ Kadang-kadang sulit untuk mempelajari keterampilan merencanakan dari dosen-dosen berpengalaman karena banyak di antarakegiatan perencanaan mereka yang tersembunyi dari penglihatan publik.
Mendeskripsikan tiga fase perencanaan dosen dan tipe-tipe keputusan yang dibuat selama masing-masing fase, dan mendiskusikan bagaimana siklus-siklus perencanaan bervariasi di sepanjang tahun ajaran.
§ Perencanaan dosen bersifat multifaset, tetapi berhubungan dengan tiga fase pengajaran: sebelum perkuliahan, ketika keputusan tentang apa yang akan diajarkan, dan untuk berapa lama dibuat; selama perkuliahan, ketika keputusan tentang pertanyaan yang akan ditanyakan, wait time (waktu untuk menunggu jawaban), dan orientasi, dan; setelah pengajaran, ketika keputusan tentang bagaimana cara mengevaluasi kemajuan mahasiswa dan apa tipe umpan-balik yang akan diberikan dibuat.
§ Siklus-siklus perencanaan tidak hanya termasuk rencana harian tetapi juga rencana mingguan, bulanan, dan semesteran. Akan tetapi, detail-detail untuk berbagai perencanaan ini berbeda. Rencana yang dilaksanakan pada hari tertentu dipengaruhioleh apa yang terjadi sebelumnya dan pada gilirannya akan memengaruhi rencana yang akan datang.
Memberikan definisi dan contoh untuk tugas-tugas perencanaan berikut: menggunakan standar dan kerangka-kerja, memetakan kurikulum. merancang tujuan instruksional/capaian pembelajaran (termasuk berbagai pendekatan), menggunakan taksonomi, mengonstruksikan rencana harian dan perencanaan unit, penjadwalan.
§ Salah satu tugas perencanaan yang paling kompleks adalah memilih isi kurikulum. Standar dan kerangka-kerja yang dikembangkan oleh masyarakat profesional dan oleh komite kurikulum tingkat nasional dan lokal/kampus membantu pembuatan keputusan tersebut Sejumlah alat perencanaan juga dapat membantu dosen, termasuk pemetaan kurikulum.
§ Pemetaan kurikulum adalah alat perencanaan yang memungkinkan sekelompok dosen untuk menjadwalkan apa yang mereka ajarkan di berbagai tingkat kelas dan di berbagai bidang isi. Tipe perencanaan ini mengidentifikasi berbagai kesenjangan dan tumpang-tindih.
§ Tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang mendesdeskripsikan perubahan mahasiswa yang seharusnya terjadi/sebagai hasil pengajaran. Tujuan perilaku yang diharapkan dari mahasiswa, situasi pengujian yang perilakunya akan diobservasi, dan kriteria kinerja. Tujuan yang ditulis dalam format yang lebih umum mengomunikasikan maksud dosen secara umum, tetapi kurang memiliki presisi seperti tujuan perilaku.
§ Taksonomi adalah alat yang membantu mengklasifikasikan dan menunjukkan hubungan di antara berbagai hal. Taksonomi Bloom telah digunakan secara luas di bidang pendidikan untuk mengklasifikasikan tujuan dalam tiga ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Taksonomi orisinal untuk ranah kognitif, yang dikembangkan pada 1950-an, baru-baru ini direvisi untuk merefleksikan perspektif-perspektif dan penelitian baru tentang hubungan di antara berbagai tipe pengetahuan dan proses kognitif.
§ Format-format untuk rencana perkuliahan dapat bervariasi, tetapi secara umum termasuk pernyataan yang jelas tentang tujuan, urut-urutan kegiatanpembelajaran, dan sarana untuk mengevaluasi pembelajaran mahasiswa.
§ Perencanaan unit mencakup potongan-potongan pembelajaran yang dapat berlangsung selama beberapa hari atau selama beberapa minggu. Seperti halnya rencana perkuliahan, formatnya dapat bervariasi, tetapi perencanaan unit yang baik memasukkan tujuan umum untuk unit yang bersangkutan, isi utama yang akan dicakup, sintaksis atau fase-fase unit, tugas-tugas utama, dan prosedur asesmen. Teknik-teknik time-tabling (penjadwalan), seperti membuat peta kronologis untuk serangkaian ke-giatan pengajaran, dapat membantu tugas perencanaan jangka panjang.
§ Melalui proses perencanaan, dosen dapat membuat variasi pada waktu, materi, dan kegiatan belajar agar dapat memenuhi kebutuhan setiap mahasiswa di kelas.
Mendeskripsikan bagaimana cara merencanakan penggunaan waktu dan ruang yang efektif
§ Waktu dan ruang adalah komoditas yang langka dalam pengajaran, dan penggunaannya harus direncanakan dengan hati-hati dan dengan pandangan ke masa depan.
§ Penelitian tentang waktu menunjukkan variasi syang cukup besar antar dosen dalam hal banyaknya allocated time (waktu yang dialokasikan) untukberbagai bidang subjek.
§ Banyaknya waktu yang dihabiskan mahasiswa pada sebuah tugas berhubungan dengan berapa banyak yang mereka pelajari. Mahasiswa di kelas-kelas yang allocated time-nya tinggi dan ada proporsi mahasiswa yang cukup besar yang terlibat dapat belajar lebih banyak dibanding di kelas-kelas yang allocated time-nya rendah dan mahasiswa-mahasiswanya ditemukan off-task.
§ Ruangpenataan bahan-bahan, bangku, dan mahasiswa—adalah sumber daya penting lain yang direncanakan dan dikelola oleh dosen. Cara penggunaan ruang memengaruhi atmosfer belajar di kelas, memengaruhi dialog dan komunikasi di kelas, dan memiliki efek kognitif dan ernosional penting pada mahasiswa.
§ Penggunaan waktu dan ruang dipengaruhi oleh tuntutan tugas pembelajaran. Dosen-dosen efektif mengembangkan sikap fleksibilitas dan eksperimentasi tentang fitur-fitur kehidupan di kelas ini.
Memikirkan bagaimana proses perencanaan di masa depan akan lebih dipusatkan pada mahasiswa.
§ Pengetahuan mutakhir tentang pelajar dan belajar, seperti perspektif konstruktivis dan pentingnya pengetahuan sebelumnya, menyatakan bahwa proses perencanaan dipusatkan pada mahasiswa dan bukan pada dosen.
Buku untuk Profesional
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (eds. and with P. W. Airasian, K. A. Cruikshank, R. E. Mayer, P. R. Pintrich, J. Raths, & M. C. Wittrock). (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom's taxonomy of educational objectives. New York: Longman.
Bredeson, P. V. (2003). Designs for learning. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Gronlund, N. E. (2003). Writing instructional objectives for teaching and assessment (7thed.). New York:Prentice-Hall.
Ferguson, D. L., Ralph, G., & Meyer, G. (2001). Designing personalized learning for every student. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.
Jacobs, H. H. (1997). Mapping the big picture. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.
Parkay, F. W., Anctil, E. J., & Hass, G. J. (2005). Curriculum planning: A contemporary approach (8th ed.).Boston: Allyn & Bacon.
Weimer, M. (2002). Learner-centered teaching: Five key changes to practice. San Francisco: Jossey-Bass.
Wiggins, G:, & McTighe, J. (1998). Understanding by design. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development